Beranda Budaya

Upacara Adat Seren Taun Kasepuhan Ciptagelar

Upacara Adat Seren Taun Kasepuhan Ciptagelar
Wakil Bupati Lebak, H. Ade Sumardi (berbaju putih) dan Abah Ugi Sugriana Rakasiwi (paling kanan menghadap ke depan) dalam prosesi upacara Adat Seren Taun Kasepuhan Ciptagelar, Minggu (17/9/2017)

SUKABUMI, Pelitabanten.com – Alunan ritmis rengkong beradu dengan lesung dan angklung buhun bergema mengawali pagi, menembus kabut yang menyelimuti ribuan leuit/ lumbung padi di Kasepuhan Ciptagelar. Dingin udara kawasan Taman Nasional Gunung Halimun tak mengurangi kesibukan persiapan perayaan Seren Taun, upacara tahunan untuk mengucap syukur atas berhasilnya panen padi.

Kasepuhan Ciptagelar merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul, masyarakat agraris yang tersebar meliputi Kabupaten Lebak, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi. Secara geografis, Kasepuhan Ciptagelar berada di perbatasan antara Provinsi Banten dan Jawa Barat, tepatnya di Dusun Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Dalam kegiatan ini pun dihadiri oleh Bapak H. Ade Sumardi sebagai wakil bupati Lebak- Banten yg duduk bersama dengan abah Ugi yg merupakan ketua adat Kasepuhan Ciptagelar.

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar konsisten menjalankan tatanan leluhur, terutama sistem pertanian. Terdapat kurang lebih160 jenis varietas padi yg ditanam dilingkungan Kasepuhan Ciptagelar. Hasil panen padi tidak boleh diperjualbelikan. Termasuk semua turunan beras seperti nasi dan kue berbahan dasar tepung beras.

Acara Seren Taun terbuka untuk pengunjung dari luar wilayah Kasepuhan Ciptagelar. Setiap laki-laki disarankan menggunakan iket (penutup kepala khas Jawa Bara / Banten) dan para perempuan disarankan menggunakan kain sarung atau penutup bawahan.

Menyambut Seren Taun, disajikan berbagai hiburan buhun/ lama mulai dari seni ujungan, pantun buhun, dogdog lojor, angklung buhun, hingga kesenian yang umum kita lihat seperti pencak silat, debus, pertunjukan wayang golek dan berbagai tarian.

Puncak Seren Taun adalah ngadieuken pare, memasukkan sepocong pare indung/ induk padi dalam Leuit Si Jimat, dilakukan secara simbolis oleh Pemimpin Kasepuhan Ciptagelar, Abah Ugi Sugriana Rakasiwi dan istrinya, Emak Alit.

“Melihat fenomena budaya yang diselenggarakan di Kasepuhan Ciptagelar, saya merasa bangga menjadi orang Indonesia pada umumnya, dan orang sunda khususnya. Karena kalo kita lihat, watak budaya masyarakat Indonesia pada saat ini masih kental dengan adat istiadat setempat, seperti halnya di Kasepuhan Ciptagelar. Meskipun arus modernisasi terus mendoktrin masyarakat setempat, namun tali paranti atau tata cara tradisi dari nenek moyang mereka tetap dilaksanakan,” ungkap Wisnu Wirandi, pegiat Budaya Kemedikbud asal Lebak, di lokasi acara, Minggu (17/9/2017).

“Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam adat istiadat, akan tetapi kita kurang mempromosikan kebudayaannya sendiri, sehingga budaya kita masih dapat dibajak dan dicuri oleh negara lain. Untuk itu, kita sebagai generasi muda wajib untuk mencintai dan mempelajari budaya-budaya yang ada di daerah kita serta melestarikannya, agar budaya atau adat istiadat yang ada pada bangsa Indonesia tetap terjaga keasliannya. Karena budaya lokal, adalah jati diri bangsa,” pungkasnya. (WW)