Beranda Opini

Head to Head Pilkada Kota Tangerang

Head to Head WH-Rano, Siapa Yang Keok?
DR (Cand) Memed Chumaedi, M.Si, Pengamat Politik dan Dosen Fisip UMT

TANGERANG, Pelitabanten.com – Dengan segala dinamikanya pilkada di Kota Tangerang perlu dimaklumi, dinamika politik berjalan ketika supporting ada dan demandnya muncul.

Supporting atau dorongan itu ada ketika publik dan partai politik sebangun dalam persepsi untuk mendorong kandidat yg dianggap pantas untuk memimpin kota tangerang.

Demand atau tuntutan itu muncul disaat kondisi faktual Kota Tangerang membutuhkan figur yang layak dibanggakan oleh warga masyrakat Kota Tangerang.

Dalam teori sistem politik, supporting dan demand masuk dalam INPUT yg diperlukan adalah prosesnya dan mengeluarkan OUTPUT. Output akan menghasilkan tindakan positif dan negatif, yang terus menerus berjalan sehingga menemukan trend positif dalam keluaran hasilnya.

Supporting dan demand membutuhkan proses, dalam politik maka ada proses politik, dengan pelbagai cara untuk menjalankan proses politik, dimulai dari sosialisasi, lobby kunjungan plus silaturahmi.

Kondisi “proses” inilah yg dibutuhkan hari ini di Kota Tangerang. Kandidat berjibaku melakukan komunikasi ke partai politik untuk mencari dukungan parpol, baik Arief maupun Sahcrudin hingga hari ini belum mendapatkan dukungan penuh, arief merasa Pede dengan hasil survey terkait popularitas dan elektabilitasnya dan sahcrudin merasa pede juga bahwa dialah yg sudah mendapatkan dukungan resmi dari DPP Golkar.

Merasa percaya dirinya Arief dikarenakan pertama, supporting element masyarakat dari berbagai kecamatan untuk menginginkan agar Arief melanjutkan kembali kepemimpinannya di Kota Tangerang. Kedua, pelbagai prestasi yang sudah didapatkan oleh Kota Tangerang seolah-olah mengikrarkan dirinya sudah pantas untuk kembali memimpin lagi. Ketiga, survey popularitas dan elektabilitas tak terbendung menjadikannya tak sebanding dengan kandidat lainnya.

Berbeda dengan Sahcrudin yang justru malah sebaliknya, informasi awal mundurnya Sahcrudin makin kentara bahwa belum siapnya infra dan supra struktur politik yang dilakukan olehnya. Makanya jarang sekali orang menganggap bahwa Sahcrudin bakal memenangi kontestasi ini.

Lawan Tak Sebanding

Landscape pilkada di kota Tangerang mudah ditebak, dan tebak-tebakan sudah pasti benar, jika dalam survey kita sebar angket 10, dengan pertanyaan siapakah yang memenangkan kontestasi pilkada Kota Tangerang? Sangat besar kemungkinan jawaban dari 10 responden tersebut 8 orang menjawab Arief lah yang akan memenangkan kontestasi tersebut.

Saya tidak perlu menyebut detil terkait indikator kemenangan tersebut, yang pasti bahwa kekuatan tak sebanding itu sangat kentara betul di lapangan. Arief sangat massif melakukan road show untuk mengenalkan keberhasilannya memimpin, berbeda dengan sahcrudin yang cenderung pasif hanya cenderung menunggu dewi fortuna.

Banyak faktor yg merundung pasifnya Sahcrudin, sahwat politik tak menentulah yg menjadi takdirnya dalam politik. Dan bisa terjadi pada kondisi riil Sahcrudin yang juga sebagai ketua DPD Golkar tergerus oleh arus ketidakpercayaan partai terhadapnya yg akhirnya tersalip oleh kader golkar lainnya untuk menggantikan posisinya sebagai kandidat. Dan Sahcrudin harus belajar banyak terkait fenomena politik Golkar di Jawa Barat.

Lawan tak sebandinglah yangg menyimpulkan tulisan ringan ini untuk memantik syahwat politik Golkar dengan guyonan “nafsu besar, tindakan kurang” dan Sahcrudin harus belajar menjadi muda dengan keajegan meraih mimpi kekuasaan dengan cara yang apik.

Effect WH

WH (Wahidin Halim) sebagai Gubernur tak terelakkan memiliki pengaruh yg besar dalam pilkada Kota Tangerang. Kemenangan WH yang telak hingga 69% di Kota Tangerang akan menjadi catatan untuk para kandidat mengambil simpati WH.

2 periode sebagai walikota pasti akan berpengaruh besar, hingga hari ini banyak tokoh aktivis dan kelompok muda yg menunggu arahan beliau.

Ada beberapa faktor penting dalam “WH effect”. Pertama, sesuai kewenangannya saat kepala daerah cuti maka gubernur akan menunjuk Plt Walikota. Secara politik WH dapat melakukan kontrol maksimal atas apa yg dilakukan oleh Plt sesuai UU. Kedua, raihan suara 69 % akan menarik simpati publik akan arahan dan petunjuk beliau dalam pilihan politik masyarakat. Artinya pengaruh WH besar. Ketiga, kualitas kandidat saat ini bagaimanapun pernah merasakan sentuhan WH, Arief sebagai Wali Kota pernah menjadi Wakil Wali Kota, dan Sahcrudin pernah jadi camat saat WH menjadi Wali Kota Tangerang, artinya WH tahu betul mana yang layak memimpin Kota Tangerang kedepan.

Masih banyak faktor lainnya, sejatinya dalam kondisi pilkada Kota Tangerang WH bisa diposisikan sebagai “joker” alias penentu. Nah siap yang bisa mengambil simpati WH dalam politik head to head ini maka mempermudah langkah politik dikemudiannya.

Dari itulah head to head ini akan menarik jika ada intervensi WH sebagai Gubernur maka dinamikanya berjalan seru. Serunya jika Arief dan Sahcrudin bertarung terlihat mana kandidat yang tangguh dan kandidat yg tanggung.

wallahu a’lam bisshowab