Beranda Opini

IBUKU, PONDOKKU, DAAR EL QOLAMKU

IBUKU, PONDOKKU, DAAR EL QOLAMKU

Pelitabanten.com – Saat mendengar nama Daar el Qolam, yang terbayang dibenakku lingkungan yang gersang, kelas gubuk dari bambu, air kran yang kuning, mandi yang antri dan berjuta rasa yang susah diungkapkan. Tapi, itu dulu. Kini Daar el qolam sudah berubah wujud menjadi lingkungan yang asri, luas, dikelilingi oleh gedung-gedung yang tertata rapi, pepohonan rindang, air yang bersih, dan tidak pernah lagi terlihat antrian panjang santri di depan kamar mandi.

Bahkan yang sudah lama tidak berkunjung, akan merasa pangling dan takjub dengan keindahan Daar el Qolam
Entah angin apa yang membuatku sampai kesitu. Begitu kuat tekadku saat itu untuk masuk Daar el Qolam, padahal aku sendiri belum pernah melihatnya. Saat orang tua meragukanku untuk menimba ilmu di tanah seberang, apalagi umurku yang masih sangat kecil, karena baru tamat SD, semangatku malah semakin kencang dan penasaran dengan Daar el Qolam.

Di Daar el Qolam lah aku mengenal ilmu agama, memahami tajwid, yang belum pernah kuketahui sebelumnya, bahasa Arab dan Inggris yang kami pergunakan setiap hari selama 24 jam, belajar berpidato, dan semua hal tentang ilmu-ilmu agama lainnya.

Baca Juga:  Cash Waqf Link Mudharabah sebagai Solusi Pemulihan Ekonomi Nasional

Di Daar el Qolam juga aku memahami banyak karakter manusia, karena kami selalu disatukan dalam sebuah kamar, berotasi setiap 6 bulan, sehingga selalu berganti teman sekamar. Mengetahui beragam budaya dan bahasa, baik dari Jawa, Sunda, Sumatera, Kalimantan, dan lainnya, karena santri Daar el Qolam terdiri dari beragam provinsi. Daar el Qolam juga yang mengajarkan kami untuk selalu , menghargai waktu, berbagi dengan teman, saling membantu, dan antri untuk mendapatkan sesuatu tanpa harus sikut menyikut dengan teman sendiri.

Sosok pendiri Daar el Qolam tidak akan pernah bisa hilang dalam bayangan. KH. Ahmad Rifa’i akan selalu diingat oleh para alumninya. Beliau sosok yang tegas, berwibawa, bersahaja di depan semua santrinya, dan para wali santri. Beliau juga sosok yang sederhana. Tidak sedikit wali santri yang “tertipu” dengan penampilan beliau, pada saat beliau menyiram tanaman atau sedang berada di tengah-tengah para kuli , selalu berapi-api saat memberikan wejangan atau khutbah dengan suaranya yang menggelagar, membangkitkan semangat semua santri.

Baca Juga:  Mulutmu, atau Tanganmu? Mana yang Berbahaya?

Pesan-pesan beliau selalu menyentuh hati, sehingga tidak sedikit santri yang terharu dan menangis tersedu saat mendengarkan nasihat beliau. Salah satu pesan beliau yang selalu terngiang “jadilah ikan hidup, jangan jadi ikan mati”. Kata-kata itulah yang selalu memotivasi para alumni untuk selalu berkiprah di masyarakat. Alumni pesantren tidak boleh nganggur, harus aktif di segala bidang sesuai dengan kemampuan dan masing-masing.

Kyai Rifa’i tidak pernah mengarahkan santrinya harus menjadi kyai atau ustadz, alumni Daar el Qolam bebas menjadi apa saja. Bisa jadi politisi, tapi politisi yang santri, bisa jadi Polisi, Polisi yang santri, bisa jadi pejabat negara, tapi pejabat negara yang santri, bisa jadi pengacara, tapi pengacara yang santri. Artinya, menjadi apapun alumni Daar el Qolam tetap harus berpegang pada ajaran-ajaran Islam, tidak dengan menghalalkan segala cara. Juga sering mengingatkan, bahwa alumni Daar el Qolam jangan pernah mencari jabatan, karena jabatanlah yang harus mencari santri.

Baca Juga:  Jamur Tiram Tuai Berkah Di Tengah Pandemi Covid-19

“Nak, Bapakmu tidak akan pernah malu kalian menjadi apa ketika kalian keluar dari Daar el Qolam. Tapi Bapak malu, kalau kalian tidak menjaga sifat santri kalian”. Itu juga kata-kata yang sering beliau sampaikan.

Entah sudah berapa ribu alumni Daar el Qolam. Yang jelas, Daar el Qolam sudah mencetak alumninya menjadi generasi penerus yang modern, tapi tidak kebarat-baratan, mencetak generasi islami, tapi tidak ketinggalan zaman. Kini Daar el Qolam sudah berumur setengah abad, alumninya sudah tersebar di segala penjuru dan bidang.

Semoga para penerus Daar el Qolam tetap mampu mempertahankan sistem pendidikan yang sudah dibangun Kyai Rifa’i sejak awal.

Selamat Pondokku, Ibuku, Daar el Qolamku

Penulis: Dr. , M.Si (Dosen Psikologi Komunikasi dan Tabligh UIN Syarif Jakarta. Alumni Pondok Pesantren Daar El Qolam, Tahun 1998)