Beranda Opini

Poligami; Manfaat Apa Mudarat?

Poligami; Manfaat Apa Mudarat?
Illustrasi

Pelitabanten.com – Di salah satu perkampungan, Seorang guru ngaji sangat digandrungi oleh ibu-ibu karena pembawaan pengajiannya yang menarik. Berbagai masalah selalu dikupas tuntas. Berbagai pertanyaan selalu dijawabnya dengan lugas dan tegas.  Tidak saja dikenal dikalangan ibu-ibu, tetapi kalangan kaum adam pun ia sangat disukainya.

Beberapa hari belakangan, pengajian sang ustadz, demikian ia biasa dipanggil dikalangan jamaah majlisnya, sudah jarang dihadiri lagi oleh jamaahnya. Bisa dikatakan berkurang dibanding dengan hari-hari sebelumnya. Biasanya bisa meluber para jamaah sampai ke samping teras majlis. Namun beberapa hari belakangan itu suasana tersebut sudah tidak nampak. Hanya beberapa jamaah saja yang setia kepadanya. Terutama saat pengajian kaum bapak-bapak.

Ya, memang sang Ustad beberapa hari sebelumnya memberikan materi yang tidak ‘lazim’ dikalangan para jamaah. Di mana beliau mengupas tuntas masalah yang kadang tabu untuk dibicarakan, khususnya kaum Hawa, yaitu masalah poligami. Bila mendengar kata poligami kaum hawa mayoritas mencibir, menampakan muka tidak suka, nyinyir dan lain sebagainya dari bahasa-bahasa tubuh mereka. Bahkan diantara mereka terang-terangan menolaknya dengan berbagai alasan.

Di beberapa negara muslim, masalah poligami berbeda perkembangan, bahkan cara pandang masyarakanya pun berbeda pula. Hal ini ditentukan oleh para ulama dan umaronya di dalam memahamkan dan mengaplikasikan makna poligami di dalam agama.

Memang, saat Al Quran El Kariem menyoal poligami, tidak dijelaskan dengan bahasa detail dan terperinci. Tetapi bahasa Al Quran mengenai poligami berkisar pada masalah ‘kunci’ poligami itu sendiri. Seperti kata adil di dalam Alquran pemaknaannya jauh lebih dalam dibanding pemaknaan dan aplikasi manusianya.

Hakikatnya keadilan yang hakiki hanya dimiliki sang Maha Pencipta. Masalah keadilan di kalangan manusia hanya berkisar soal rasa. Yaitu merasa adil, merasa sudah berbuat adil diantara para istrinya. Padahal tidaklah demikian rasa keadilan yang dirasakan oleh para istrinya itu. Pandangan yang berbeda itu menjadikan soal ‘rasa adil’ pun akan berbeda pula.

Di saat keadilan disandarkan kepada masalah material dan syahwat, maka keadilan itu akan bersifat sementara. Tidak akan lama melekat di dalam biduk rumah tangga. Karena keduanya akan sirna dimakan usia. Dan hal-hal yang fana tentu akan benar-benar hilang seiring usia.

Walau pun Rosul SAW tidak mewajibkan umatnya untuk melakukan poligami, yang sebagian kaum adam memposisikannya sebagai sunahnya, tetapi hukum poligami adalah mubah. Dan mubah bermakna boleh. Tentu boleh siapa pun untuk melakukan poligami.

Berikut ini beberapa masalah dalam  cara pandang yang salah berkaitan dengan poligami:

  1. Mengambil hukum-hukum Alloh SWT sebagian dan ‘meninggalkannya’ sebagian lagi. Dalam hal ini oleh sebagian kaum hawa, poligami sesuatu yang sangat menakutkan bila menimpa pada suaminya. Sehingga bagi sebagian kaum hawa masalah poligami tidak perlu dikasih ruang dan diambil hati. Bahkan terkesan ditinggalkan dan ditolak. Mereka melakukan ‘sikap penolakan’ ini bukan tanpa sebab dan alasan. Di mana sebagian besar kaum Adam memposisikan poligami hanya sebatas material dan syahwat.

Dari sini sudah jelas perbedaan pandangan diantara kaum adam dan hawa dalam menyoal poligami. Bila awal kali beda sudut pandang, maka jelas sekali suasana rumah tangga pun akan suram kemudian.

Kebutuhan kaum hawa bukan hanya sebatas materi dan syahwat, namun lebih dari itu kasih sayang, perhatian, bimbingan dan lain sebagainya juga harus menjadi prioritas di dalam rumah tangga. Hal demikian sangat dinantikan oleh kaum hawa. Ya mengertilah akan kebutuhan kaum hawa yang tidak hanya sebatas masalah materi dan syahwat.

  1. Kaum Adam menjadikan poligami sebagai pemenuhan unsur-unsur yang tidak terdapat pada istrinya yang pertama. Kekurangan yang terdapat pada istri yang pertama selalu dijadikan alasan untuk melakukan plogami. Seakan mereka ‘berhak’ untuk berpoligami bagaimana pun caranya. Bila poligami diawali dengan kericuhan diantara pasturi ( pasangan suami istri ), maka pastilah masa depan rumah tangganya pun akan ikut ricuh dan penuh dengan konflik.

Dalam masalah ini, sangat berat bagi kaum pria bila harus mengawali poligami dengan restu istri pertama. Apalagi untuk menyampaikan alasan poligaminya sebab kekurangan yang terdapat pada istrinya. Tidaklah berlebihan bila saat ini dikenal dikalangan kaum pria istilah ISTI ( ikatan suami takut Istri ). Atau pun adal sitilah  lainnya seperti SUSIS ( Suami Sieun (takut) Istri ) dan berbagai bentuk meme lainnya yang sering kita dengar saat ini yang berkaitan dengan seramnya masalah poligami.

  1. Poligami yang salah akan selalu diiringi sikap berbohong kepada istri. Tak terkecuali siapa pun orangnya, bila poligami dilakukan sepihak, pasti akan ada sikap bohong di dalam biduk rumah tangga. Sikap berbohong ini menjadi tekanan psikologis tersendiri bagi pelakunya, khususnya kaum pria, sehingga konsentrasi dan daya fokus kepada pekerjaan dan lain sebagainya akan otomatis menurun dan berkurang pula. Mulailah konflik muncul di dalam rumah tangga. Tekanan psikologis akan memberikan tekanan juga kepada masalah ekonomi, pendidikan dan perhatian kepada anak dan keluarga.

Mencobalah untuk berterus terang kepada semua pihak, karena dengan keterusterangan lebih memudahkan seseorang didalam menjalani poligami. Bila muncul masalah, maka secara otomatis akan digotong bersama. Dan tentu akan terasa ringan karena banyak yang menggotong  untuk urusan rumah tangganya.

Bila melihat banyaknya kasus rumah tangga disebabkan pihak ketiga dalam hal ini istri kedua dan selanjutnya selalu menjadi sebab rumah tangga banyak yang kandas ditengah jalan. Bukan siapa yang salah. Entah suamiu atau pun istri. Alangkah bijaknya bila kembali merenungi dari hakikat dan tujuan poligami.

Pada saat Rosululloh melakukan poligami, sebab utamanya adalah perintah Alloh SWT. Karena apa yang dilakukan oleh Rosul semuanya adalah wahyu yang diberikan Alloh SWT kepadanya. Termasuk memiliki para istri lebih dari empat  merupakan kekhususan Rosul. Sebagaimana firman Alloh SWT:

إن هو إلا وحي يوحي

Artinya: “Sesungguhnya apa yang datang darinya merupakan wahyu yang diturunkan ( diwahyukan ) ( QS Najm: 4 )

Jelaslah yang dibawa oleh Nabi Muhammad secara lisan dan perbuatan merupakan ketentuan dan perintah Alloh SWT. Tidak saja hanya urusan poligami yang disebut sebagai sunahnya. Akan tetapi banyak sunah-sunahnya yang harus dijalankan.

Lebih dari itu, motif poligaminya Rosul harus digali dan diikuti pula. Singkatnya Rosul melakukan plogami karena faktor ibadah. Karena menjalankan perintah Alloh SWT adalah sebuah ketaatan. Dan ketaan itu sendiri adalah sebagai ibadah. Apalgi saat itu kaum hawa hanya diposisikan sebagai kaum yang terpinggirkan. Bahkan bisa dijadikan sebagai barang warisan. Lebih menyedihkannya lagi, saat itu bayi perempuan yang baru lahir dikubur hidup-hidup. Maka saat Rosul menikahi kaum wanita, yang sebagian besar adalah kaum janda hanya untuk mengangkat derajat kaum wanita.

Sekilas, untuk saat ini, bahwa dikala ada kaum wanita telah atau akan diperlakukan poligami oleh suaminya, tiada lain suami memiliki niat agar tidak terjerumus kepada perbuatan dosa. Walaupun masih seputar masalah syahwat. Paling tidak suami tahu bahwa mengarahkan syahwatnya harus atas dasar hukum Allah SWT.

Bagi wanita yang mengalami masalah poligami alias dimadu, bersabar dan berserah dirilah kepada Allah SWT. Sesunggunya suaminya pun sama sekali tidak ingin menjerumuskan kepada pertikaian dan perselisihan dalam rumah tangga.

Di sinilah pentingnya mengaji dan terus mengaji untuk dijadikan sebagai ilmu. Dengan memahami makna dan tujuan poligami, baik kaum wanita maupun kaum pria, tidak akan menjadikan poligami sebagai kebutuhan sesaat dan menyalurkan shaywat biologis saja. Namun tercipta karena ridho Allah SWT.

Dengan demikian, poligami bukan masalah hukum poligaminya, tetapi masalah subyek terhadap poligaminya. Tidak ada yang salah dengan ayat-ayat Allah SWT. Semuanya harus diterima dengan keyakinan dari Nya. Bila muncul masalah yang berkaitan dengan poligami, sekali lagi bukan karena hukum poligaminya, etapi kembali kepada subyek atau pelakunya.

Sedikit penulis berikan ilustrasi, bila kita memiliki pisau di dapur. Dan kita jadikan pisau itu untuk memotong dan mengiris bawang sangatlah tepat. Memang fungsinya untuk hal demikian. Namun sebaliknya, bila pisau itu digunakan untuk melukai orang lain, maka tentu tidaklah tepat. Bukannya membawa manfaat, malah membawa mudharat.

Manfaatkanlah ayat-ayat Allah SWT sebagai bimbingan  manusia ke jalan yang di ridhai Nya, jangan dijadikan ayat-ayat Alloh SWT sebagai pelecehan dan sesumbar belaka, yang pada akhirnya akan menimbulkan mudharat bagi pelakunya.

Bagimana dengan anda, akankah berpoligami? Jawaban pastinya, tanyalah istri!!!

Artikel ini ditulis oleh KH Hendri Kusuma Wahyudi, Lc , Pimpinan Pondok Pesantren Modern Al Bayyinah, Cisoka, Kabupaten Tangerang