Beranda Opini

Latar Belakang Bea Meterai di Era Digital

Latar Belakang Bea Meterai di Era Digital
Ilustrasi (ISTIMEWA)

Pelitabanten.com – Undang-Undang belum pernah mengalami perubahan selama 35 tahun. Perubahan ini merupakan kemudahan bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan adanya yang rendah dan terjangkau serta kenaikan batas nominal nilai uang dalam dokumen.

bersama dengan pemerintah telah menyepakati perubahan UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang per 1 Januari 2021 diberlakukan tarif baru bea meterai, yaitu dari Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi tarif tunggal Rp10.000 dengan Batasan nominal uang dalam dokumen lebih dari Rp5 juta.

Selain itu, penerimaan negara dari bea meterai diproyeksikan mencapai sebelas pada 2021. Hal ini sangat menarik mengingat pada masa Covid-19, transaksi digital mengalami perkembangan yang cukup besar. Kesederhanaan dan efektifitas penerapan bea meterai yang baru ini diharapkan mampu menarik potensi pajak dari transaksi usaha wajib pajak. Ada beberapa aspek yang melatarbelakangi peruabahan UU Bea Meterai sebagaimana paparan Jenderal Pajak dalam acara Kemenkeu Corpu Talk Episode 23 Bea Meterai di Era Digital.

Baca Juga:  Cash Wakaf Link Sukuk Sebagai Pembiayaan Pembagunan Pariwisata Negeri di Atas Awan

1. Objek

Perkembangan ekonomi era digital menyebabkan peralihan  penggunaan dokumen kertas ke dokumen elektronik. Berdasarkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), kedudukan dokumen elektronik disamakan dengan dokumen kertas. Namun, dokumen elektronik tidak tercakup dalam UU Nomer 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Saat ini kebanyakan banyak surat perjanjian sudah menggunakan dokumen berbentuk elektronik oleh karena ini perlu dibuatkan sebuah perubahan terhadap Undang-Undang untuk mengcover hal tersebut.

2. Tarif

Tarif yang berlaku saat ini sudah tidak relevan, tetapi tidak bisa lagi diubah karena berdasarkan UU No 13 Tahun 1985 tarif yang berlaku saat ini sudah maksimal. Pada UU No 13 Tahun 1985 tarifnya sebesar 3000 dan 6000. Tarif itu sudah berlaku lebih dari 20 tahun yang lalu sehingga sudah tidak dapat dinaikan lagi sementara itu dan terus bergerak.

Baca Juga:  Dilema Politik Partai Golkar

3. Saat Terutang

Perlu perincian mengenai saat terutang agar lebih memberikan kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat.

4. Pihak yang Terutang

Perlu perincian mengenai pihak yang terutang Bea Meterai agar lebih memberikan kepastian hukum bagi pemerintah dan masyarakat. Untuk kemudahan pemungutan, menunjuk pemungut Bea Meterai sebagai penanggung jawab.

5. Cara Membayar

Perlu tambahan saluran cara pembayaran untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat.

6. Sanksi

Adanya kekosongan pengaturan dalam pengenaan sanksi kepada pemunguta Bea Meterai. Beberapa kasus ada yang memalsukan Meterai sehingga dengan adanya masalah tersebut kedepan DJP akan memberikan sanksi kepada pihak yang melakukan pemalsuan.

7. Fasilitas

Adanya kondisi yang menimbulkan kebutuhan masyarakat akan fasilitas pembebasan Bea Meterai.

Ketujuh aspek tersebut yang melatarbelakangi adanya perubahan terhadap UU Bea Meterai yang berlaku mulai Januari 2021. DJP juga memberikan keringan sampai dengan satu tahun sampai dengan akhir tahun 2021 untuk menggunakan materai lama yang masih beredar dengan aturan yang berlaku.

Baca Juga:  Mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional Ala Pelajar

Kedepannya DJP juga akan membuat meterai dalam bentuk digital agar memudahkan Wajib Pajak dalam bertransaksi atau membuat dokumen perjanjian. Beberapa aspek yang diperhatikan dalam membuat materai digital ini adalah kemudahan, government, dan meterai digital agar tidak dapat dipalsukan. Dengan adanya perubahan tarif tersebut diharapkan Bea Meterai dapat menarik potensi pajak dari transaksi usaha Wajib Pajak.

Moh. Rijal Nasruddin Al AminPenulis: Moh. Rijal Nasruddin Al Amin (PNS di Direktorat Jenderal Pajak, Saat ini sedang kuliah kembali di PKN STAN)