Pelitabanten.com – Sebulan yang lalu, entah mengapa aku rindu pada Profesor Yoyo Mulyana, Rektorku saat menempuh pendidikan sarjana. Beliau bukan hanya sebatas rektor melainkan menjadi seorang sosok ayah bagiku. Kucoba membuka-buka dokumen lama yang menampung segenap memoriku bersamanya, salah satu foto yang sangat kusukai adalah kebersamaanku bersama beliau saat launching bukuku “Melihat Tanpa Mata”. Beliau yang dengan sukarela turut menuliskan kata pengantar buku sekaligus menghadiri peluncuran buku dan beberapa kali menjadi narasumber bedah buku, hal ini menjadikan kesan yang tak terhingga bagiku, seorang mahasiswa yang seringkali membuat ‘onar’ di kampus dengan orasi dan aksi demontrasi yang tak pernah sepi.
Kumelamun sejenak melihat foto itu, beliaulah yang dengan gigih terus mendorongku untuk menulis. “Latief yang santun, kalau dulu latief selalu orasi untuk menyampaikan gagasan dan ide, alangkah lebih bermanfaat jika ide yang sangat banyak itu dituangkan dalam bentuk tulisan. Bukankah tulisan akan lebih abadi dan dibaca oleh banyak orang? Saya tunggu tulisan-tulisan latief yang inspiratif”. Ujarnya pada suatu kesempatan setelah aku lulus dan mulai menapaki dunia profesional.
Akhirnya aku pajang fotoku bersama beliau saat launching bukuku menjadi Wallpaper laptop, dengan harapan aku akan selalu ingat pesan beliau untuk senantiasa menulis dan menulis.
Setiap kali kunyalakan laptop, setiap kali itu pula kerinduanku padanya selalu bertumbuh. Ingin rasanya menelepon atau bertemu dengan beliau sekedar untuk menumbangkan rasa rindu yang selalu tumbuh dan tumbuh, tapi kucoba memendam rasa rindu itu karena khawatir menyita waktu beliau yang sangat padat setelah kembali menjabat rektor di universitas lain di Banten, dan segudang aktifitas lainnya.
Hingga akhirnya, minggu lalu sebuah kabar melalui grup Alumni meluncur bersama rilis foto beliau. Ternyata beliau kini tengah menderita Kanker Paru, dan tengah rawat jalan di Cimahi. Badannya kini sangat kurus, sorot mata yang layu, dan tabung oksigen yang selalu melekat di hidung beliau menandakan bahwa Master karate yang pernah mengalahkan 6 orang preman di terminal bus, kini sedang tak berdaya. Aku harus segera menjenguk beliau di Cimahi Bandung.
Secepat kilat kukumpulkan beberapa rekan, akhirnya sabtu kemarin kami menjenguk beliau. Dengan sebuah petunjuk singkat mengenai jalur kerumah beliau, akhirnya kami tiba pukul 13.07 di rumah beliau. Kehangatan sangat terasa di rumah beliau,“Papa baru saja tidur, baru selesai berobat dari Subang, mohon tunggu sebentar ya..“ ujar putri beliau dengan penuh keramahan.
Selang beberapa saat, Prof.Yoyo keluar dari kamarnya didampingi oleh Mrs.Kim istri beliau yang juga seorang akademisi. Beliau sudah dapat berjalan walau sangat tertatih dan dipapah lembut sang istri. Melihat kehadiran kami, beliau menebar senyum lebar yang penuh arti, senyum yang membasahi tanah rinduku yang kerontang. Kami hampiri beliau dengan menyalami dan memeluk beliau dengan hangat. Kurasakan badan beliau bergetar, saat kulepaskan pelukan kulihat sebutir mutiara bening mengalir dari pojok dalam matanya. Beliau menarik napas panjang menahan air mata agar tak semakin deras sambil memandangi kami satu persatu. Kami memapah beliau duduk, tabung oksigen tak lagi menempel di hidung, namun selalu menemani di sisinya.
“Eko, supir yang handal…. saya senang eko beberapa kali nyupirin saya…” ujar beliau pada temanku yang pernah menggantikan beliau nyetir dan melaju meliuk-liuk jalan tol dengan kecepatan lebih dari 160 km/jam. “Abisnya saya nyetir pelan malah ditantang ngebut..” Ujar eko menimpali.
“Mami, kalau yang ini Latief… Presiden Mahasiswa yang hobby demo dan pernah berdiri di meja rektorat saat demo… sekarang hobbi nya orasi tergantikan menjadi trainer dan penulis… kalau itu istri kamu kan tief? Cantik… kamu pinter milih istri… ” kini beliau memperkenalkanku pada istrinya Mrs.Kim.
“iya Prof, alhamdulillah… Berkat prof juga saya segera menyelesaikan pasca sarjana dan segera menikah. Saya senang prof ikut datang ke nikahan saya bahkan dari pagi sampai pesta hampir usai.. terima kasih prof…” Bersambung..
Oleh: Abdul Latief, WTS
WTS: Writer Trainer Speaker. Penulis telah menerbitkan beberapa buku dan aktif di pengembangan sumber daya manusia, training public speaking, leadership, managemen, motivasi, dan beragam program lainnya bagi termasuk menyemai pengembangan para pelajar dan mahasiswa di Banten dengan program Early Leadership dan Early Motivaton.
follow twitter: @pondok_harmoni
Instragram : @abdullatiefku & @harmonydailyquotes