LEBAK, Pelitabanten.com – Sebagai sebuah desa dimana tradisi adat-istiadat yang diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun, Desa Warungbanten memiliki berbagai potensi yang sangat beragam, baik itu potensi alam, juga potensi budaya/adat yang sampai hari masih terjaga dan lestari. Potensi budaya yang masih lestari selain acara Seren Taun, ada juga tradisi Ngareremoken.
Ngareremoken merupakan satu ritual adat di Kaolotan Cibadak yang bertujuan ngagelarken/ngabungahken Sri Pohaci ka bumi ka buana panca tengah, (menggelar syukuran dan berdoa agar padi (Sri Pohaci/ Dewi Sri) yang akan ditaman di bumi menjadi penopang keberkahan dan kemakmuran warga) – sebuah ritual adat yang dilaksanakan sebelum masyarakat memulai bertani, yang dilakukan setiap satu tahun sekali.
“Ini (Ngarermoken) merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan oleh sesepuh adat saat menjelang bertani,” ucap Jaro Ruhandi.
Ritual Ngareremoken dilaksanakan pada malam hari, di tempat terbuka dengan cara mengelilingi benih padi sawah dan huma yang ditaruh di dalam boboko (bakul) yang ditutupi dengan kain putih selama satu putaran dan 4 kali berhenti sampai kembali ke tempat semula. Ritual tersebut dilakukan oleh empat orang dengan menggunakan kain putih yang diikatkan dipinggang. Padi tersebut nantinya akan dijadikan benih/bibit. Selain ditutup dengan kain putih padi tersebut juga dilindungi dengan payung warna hitam.
Namun yang menarik dari ritual tersebut, sementara dalam waktu yang bersamaan, barisan para sesepuh adat mengikuti kegiatan pembacaan kitab “Sejarah Nabi Adam as dan Siti Hawa”, dilanjut dengan doa-doa dan tausiyah/ nasehat yang disampaikan kepada warga agar umat manusia senantiasa beribadah kepada Allah SWT.
Kegiatan terakhir dari ritual ngareremoken adalah salamatan (syukuran), tawasulan (mengirim alfatihah dan doa) kepada ahli-ahli kubur, dan dilanjutkan dengan santap makan bersama warga dengan para sesepuh Kaolotan Cibadak desa Warungbanten.