LEBAK, Pelitabanten.com – Semarak perayaan Milad ke-20 Pondok Pesantren Manahijussadat terlihat dari padatnya acara. Sepanjang hari Minggu (17/9/2017) terdapat tiga kegiatan yang diselenggarakan sekaligus, yang masing-masing kegiatan tampak terselenggara dengan meriah dan sukses.
Diantara dua acara besar yakni Speech Contest dan Musabaqah Hifzul Qur’an, acara bedah Novel berjudul “Lost In Pesantren” karya Saeful Bahri alumni Pondok Pesantren Daar El Qolam angkatan tahun 1995 tidak kalah menariknya bagi sebagian besar santri.
Pasalnya dalam kegiatan tersebut santri mendapat pengalaman dan pengetahuan baru tentang motivasi santri menjalani hidup di pesantren dan kiat-kiat cerdas menjadi penulis.
“Kegiatan bedah novel “Lost In Pesantren” karya Ustadz Saeful Bahri menjadi kesempatan emas bagi santri Manahijussadat untuk menimba ilmu santri yang sebenarnya dari seorang yang hampir seluruh hidupnya mengabdi di pesantren,” ucap Ustadz Yudi Nurhadi, Ketua Panitia Milad ke-20 Ponpes Manahijussadat.
Kegiatan yang diikuti oleh seluruh santri ini menjadi momen kenangan yang bagaimana santri diajak merenungi kembali niat dan keinginannya untuk belajar di pondok pesantren. Seperti yang disampaikan oleh penulis saat berbagi kisah dalam novelnya.
“Buku ini berisi kisah-kisah inspiratif yang mengurai nilai, hikmah dan falsafah kehidupan pesantren. Ditulis dengan bahasa yang renyah sehingga pembaca pun bisa dengan rileks memilih tema yang disukai tanpa harus mengerutkan dahi. Buku ini akan menjadi pemantik kenangan masa lalu santri, pelecut semangat santri yang tengah belajar di pesantren, dan referensi bagi calon santri,” ujar Ustadz Saeful.
Cerita kehidupan di pesantren penuh dengan aroma beraneka rasa. Kadang manis dan getir berpadu menjadi irama yang mengalun mengiringi perjalanan santri mencari ilmu. Bagaimana bertahan dalam keterbatasan, bertarung melawan kejenuhan, dan menempa diri untuk menjadi pembelajar yang sabar. Meski situasi ini sebenarnya adalah jalan yang ditempuh para pemenang untuk bisa berdiri tegak di puncak kesuksesan.
“Selama menjadi santri saya selalu terkenang oleh Almarhum Kiai Ahmad Rifai yang selalu memakai minyak wangi dan selalu mendoakan santri ketika mencium tangannya. Semua kenangan itu menjadi motivasi saya untuk menuliskan kisah-kisah hidup di pesantren,” imbuhnya.
Novel “Lost in Pesantren” diapresiasi oleh Habiburrahman El Shirazy, Sastrawan Asia Tenggara yang memberikan komentarnya, “Hikmah dan filosofi pendidikan khas pesantren disajikan dengan bahasa yang renyah dan indah. Mesti dibaca para pendidik, juga para santri.”