Pelitabanten.com – Lidahku kelu gemetar, mataku memerah berat berbinar, telingaku tertuntun samar suara syahadat sayu terdengar.
Sekujur tubuhku membeku laksana salju, lemas terkapar, haus dan lapar.
Tubuh yang selama ini kuanggap kekar menahan segala derita saat kematian tiba bertandang bak petir menggelegar.
Mendung bertanda masa sungguh tertampar panas mencetar.
Kematian tak mengenal siapa dan apa, setiap jiwa yang bernyawa akan tersapa sulit menghindar.
Perih terasa saat ruh terlepas dari raga hingga akhirnya tersisa hamparan tenda meninggalkan duka berbalut isak air mata keluarga tercinta, kerabat, sahabat terkenang masa bahagia berganti lara begitu sunyi tanpa kelakar.
Hunusan pedang, tembusan peluru, dentuman bom masih bisa tertakar.
Tetapi dahsyatnya sakaratul maut tak bisa ditawar dan ditukar.
Kulihat tandu keranda hantarkan jasadku terbalut kain putih tak berenda pada lorong waktu tak menentu gelap gulita tanpa pelita, rumah terakhir tak berteman dan bertaman, Allah Akbar!.
Siapa Tuhanmu?
Siapa Nabimu?
Apa Imammu?
Apa Kiblatmu?
Tubian pertanyaan tersuguh tak bisa tersanggah lebih sukar dari sekedar menyibak semak belukar.
Lebih sukar dari sekedar mencabut akar pohon besar.
Masihkah kita membusungkan dada, sombong terus menghina akan kebanggaan rupa, harta, jabatan, ilmu, keturunan, kesalahan bahkan kesalehan padahal semuanya itu tak kekal hanya sebentar.
Allah Akbar!, sakaratul maut hiasi akhir hidup manusia bahwa bahagia dunia hanyalah penghantar.
Ya Allah, betapa Maha Adilnya Engkau ciptakan hidup dan mati, kini hamba menjadi tersadar.
Allahumma hawwin ‘alaina fi sakarotil maut, “Ya Allah permudah kami menghadapi sakaratul maut jangan kau persukar!”. Sakaratul maut menjadi piranti atas segala FirmanMu Yang Maha Benar!.
Parakansantri, Lebak
KH Adrian Mafatihullah Karim