SERANG, Pelitabanten.com – Kenapa Puisi untuk Perdamaian Dunia? Sesungguhnya tidak mudah untuk menjawab pertanyaan yang menjadi tajuk tulisan ini: sebuah pertanyaan yang memang lebih diniatkan sebagai ‘permenungan’ tentang apakah sastra, utamanya puisi, memang memiliki kapasitas untuk melibatkan diri secara politis terkait isu-isu politik global.
Bukankah hanya manusia yang tidak punya nurani dan intelek yang tak merasa prihatin dengan penderitaan sesama manusia?
Namun sebagai para penyair, yang dalam konteks ini adalah kawan-kawan sejawat di Asia Tenggara, setidak-tidaknya memiliki simpati, dan kalau bisa, membuktikkan kepedulian dalam bentuk aksi nyata, untuk turut menyuarakan penolakan terhadap praktik-praktik kekerasan dan penindasan atas sesama manusia.
Kita percaya, kepenyairan tak dapat dilepaskan dari sikap kita pada hidup dan kehidupan, sebagai bentuk komitmen kita
Kepenyairan tak dapat dilepaskan dari sikap pada hidup dan kehidupan, sebagai bentuk komitmen kepada sejarah dan kemanusiaan. Dan karena komitmen pada sejarah dan kemanusiaan itulah, tak dapat dinafikan konektivitas dan solidaritas kepada sesama manusia di segala penjuru bumi.
Di tengah merebaknya konflik, kekerasan, dan perang di sejumlah negara dan kawasan, sudah sepatutnya mendapatkan empati, kepedulian, dan sikap dari para penyair. Sesungguhnya puisi dapat menjadi media dan jembatan yang strategis untuk menyuarakan pandangan dan kepedulian untuk menyikapi sejumlah konflik dan perang di belahan dunia ini dalam rangka mengumandangkan welas-asih dan melantangkan suara-suara kemanusiaan.
Simposium tersebut akan memdedah pertanyaan adakah tesis yang dapat dibuktikan bahwa puisi memiliki peran, misalnya, yang sifatnya propagandis dan politis untuk meminimalisir laku destruktif, kebencian, kekerasan dan yang sejenisnya? Benarkah bahwa puisi dapat menjadi media bahkan instrument pembentuk karakter bagi laku humanistik yang bajik? Diharapkan para narasumber dapat memberikan pandangan dan sumbangsih pikiran dan perspektif masing-masing terkait masalah ini, masalah apakah puisi memang memiliki nilai intrinsik dan fungsi yang demikian?
Sulaiman Djaya: Komite Sastra Dewan Kesenian Banten