Beranda Budaya

Tausiyah Budaya Yudi Baduy di Acara Halal Bihalal Pegiat Literasi Banten

Tausiyah Budaya Yudi Baduy di Acara Halal Bihalal Pegiat Literasi Banten
Ustadz Yudi Baduy saat memberikan tausiyah budaya di acara halal bihalal pegiat literasi Banten, Minggu (8/7/2017)

LEBAK, Pelitabanten.com – “Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata.” Yudi Baduy, sapaan akrab Yudi Nurhadi menutup tausiyah budaya yang disampaikannya di acara Gebyar Halal Bihalal para pegiat literasi Banten yang diselenggarakan di Literasi Kedai Proses berlokasi di Komplek Pendidikan, Kelurahan Muara Ciujung Timur, Kecamatan , Kabupaten Lebak-Banten, Minggu (8//2017).

Di hadapan tamu undangan yang hadir, UPT PAUD dan DIAS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Kantor Bahasa , Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah 8 Kab/Kota se Banten, Pengurus Forum TBM Wilayah Banten, Pengurus Forum TBM Kab/Kota Banten, Komunitas Motor Literasi (MOLI), para pengelola TBM, Dewan Kesenian Lebak, pekerja seni dan perupa, mahasiswa STKIP Setia Budhi dan La Tansa Mashiro, Yudi Baduy yang juga pengajar di Pondok Manahijussadat Cibadak Lebak ini menyampaikan makalahnya berjudul “Halal Bihalal: dari Kebudayaan Hingga Religiusitas dan Kesalehan”.

“Dasar Negara kita Pancasila menjadi sentra keyakinan beragama diurutkan di Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa sangat cocok dengan doktrin utama Islam sebagai agama Tauhid yang memusatkan kesadaran hidup hanya patuh beribadah – sembah sujud – kepada Tuhan. Melaksanakan segala perintah dan meninggalkan larangan-Nya,” Yudi.

Baca Juga:  Lima Warga Banten Jadi Korban Kecelakaan Maut KRL Vs Metro Mini Angke

Tausiyah Budaya yang disampaikan mengajak semua yang hadir menekuri kembali perjalanan batin manusia dalam beribadah selama bulan Ramadhan.

“Perintah dan larangan sebagai panduan agar manusia berada di jalan yang benar, bila arah petunjuk-Nya dipatuhi, kehidupan para pemeluk agama (secara ruhani dan jasmani) akan dilimpahi kebahagiaan. Jadi siapapun yang mengaku beragama, seyogyanya hati dan pikirannya tidak kusut masai, tetapi rimbun kegembiraan,” lanjutnya.

Umat menjalankan tradisi beragama dengan suka cita. Isra’ mi’raj yang di Banten disebut sebagai Rajaban, hari kelahiran Nabi Muhammad atau muludan hingga hari besar Islam Idul Fitri dan Idul Adha senantiasa ditandai dengan ragam ekspresi keagamaan yang menyenangkan.

“Peringatan hari besar Islam selalu disertai dengan ekspresi keagamaan yang menyenangkan serta didukung oleh basis tradisi atau kebudayaan lokal tertentu yang menyertainya dengan penuh kegembiraan. Tradisi menyapa perintah Tuhan diekspresikan dengan cara-cara unik sebagai ungkapan naluri religius, semangat spiritual,” kata Yudi.

Baca Juga:  Sanggar Putra Panglipur: Gelora Kreatifitas dan Kerajinan Kendang

Tradisi unik dalam mengekspresikan kepatuhan terhadap ajaran Islam yang beragam di Indonesia menjadi khas Islamnya Nusantara. Sebut saja tradisi dalam menyambut bulan Ramadhan, berziarah ke makam orangtua dan anggota berkumpul dan makan bersama, merupakan pola kebudayaan yang saling membahagiakan.

Selama bulan suci Ramadhan umat Islam diwajibkan berpuasa. Ritus-ritus asketik dilakukan selama satu bulan agar kembali menjadi manusia bertakwa dan mendapat ampunan Tuhan dengan kesadaran baru dalam keadaan suci lahir batin. Dalam ungkapan teologis disebutkan “bayi yang baru keluar dari rahim bundanya.”

Agar hati kembali suci di hari yang fitri/ lebaran harus dilengkapi dengan saling maaf memaafkan. Dalam praktiknya ungkapan itu disambut dengan pola tradisi dan kebudayaan yang beragam. Ada acara sungkeman dan yang popular dihelat acara halal bihalal merupakan budaya khas Indonesia yang berlangsung sejak lama.

Dalam perjumpaan saling memaafkan itu lahirlah wajah-wajah yang memancarkan kesejukan dan kedamaian. Wajah-wajah sumringah memantulkan energi ilahiah, menebarkan kasih sayang kepada seru sekalian alam itulah Islam, agama yang rahmatan lil’alamin.

Adagium yang terkenal dalam suasana lebaran kita ucapkan “Minal aidin walfaizin” bermakna bel kesadaran agar kembali kepada fitrah, kembali kepada kesalehan individu maupun sosial dalam atmosfir kegembiraan dan kebahagiaan.

Baca Juga:  Belajar dari Budaya Masyarakat Inggris

Yudi Baduy mengutip ungkapan filsuf Emmanuel Levinas, wajah bening lahir dan batin merupakan manifestasi epifani Ilahiyah yang mengalirkan daya kepekaan sosial, menyelamatkan ketidakberdayaan, melindungi dan membela yang lemah, menebar kedamaian dan melayani kehidupan.

Agenda acara Hala Bihalal diisi dengan silaturahmi antar pegiat literasi, diskusi literasi, pembacaan puisi oleh sastrawan, ngopi bareng, donasi buku oleh Kantor Bahasa Provinsi Banten untuk TBM-TBM. Dan yang berkesan bagi Ratu Fitria, pengelola TBM @Mall Kota Serang, “Beuih mantap pisan jamuannya gemblong/ uli cocol semur daging, saya berasa pulang kampung lagi ke Menes,” katanya.