KOTA TANGERANG, Pelitabanten.com – Tiga Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) mengadakan dialog kebangsaan dengan tema “Kebhinnekaan dalam Dinamika Politik” di aula kampus Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Nahdlatul Ulama (Stisnu) Nusantara Tangerang pada Minggu, 18 Maret 2018.
Dialog kebangsaan ini atas inisiatif Pengurus Anak Cabang (PAC) Ansor Kecamatan Tangerang yang bekerja sama dengan PC Hikmahbudhi Kota Tangerang, Orang Muda Katolik (OMK) Gereja St Agustinus – Paroki Karawaci, serta dukungan penuh dari Kampus Stisnu Nusantara Tangerang dan Dema Stisnu Nusantara Tangerang.
Tiga narasumber yang hadir dalam acara tersebut adalah Sekretaris Fatwa MUI Kota Tangerang sekaligus dosen Stisnu Nusantara dan penyair sufistik KH Arif Hidayat, perwakilan OMK Gereja St Agustinus sekaligus anggota aktif Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Rafael Udik Yunianto, kemudian perwakilan PC Hikmahbudhi Kota Tangerang sekaligus tokoh agama Buddha, Maha Pandita Romo T Harmanto. Dialog ini dimoderatori oleh Sekjen PAC Ansor Kecamatan Tangerang, Mulyadi.
Dalam sambutan pembukaannya ketua panitia Dialog Kebangsaan Jajat Sudrajat (Ketua PAC Ansor Kecamatan Tangerang) menyatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk keprihatinan atas kondisi politik yang saat ini berkembang. Isu Sara kerapkali dijadikan sebagai komoditi oleh oknum tertentu untuk memuaskan hasrat kekuasaan. Padahal pengaruhnya dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa serta dapat memecah belah persatuan dan kesatuan. sehingga perlu sebuah dialog dan aksi nyata di kalangan anak bangsa agar tidak terjadi konflik dalam menghadapi dinamika politik saat ini.
Hal ini seiring dengan pernyataan Hermanto (Ketua PC Hikmahbudhi Kota Tangerang) yang menyayangkan saat ini Kebhinekaan dan isu Sara sering dijadikan sebagai komoditas politik. Hermanto juga menekankan bahwa kegiatan lintas agama seperti ini harus rutin dilakukan guna menekan isu-isu sara yang terus berkembang.
“Kebersamaan dalam keberagaman adalah kekuatan kita. Indonesia adalah Bhinneka dan Kita adalah Indonesia. Mari jaga rumah kita bersama,” tegasnya.
Abner (Ketua OMK Gereja St Agustinus) menambahkan bahwa kegiatan seperti ini seharusnya diadakan lebih sering, berkelanjutan dan disebarkan informasinya supaya menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas agar membuat kita kembali mengingat bahwa bangsa Indonesia bisa merdeka karena bersatunya para pahlawan yang terdiri dari berbagai macam ras, suku, etnis, budaya, dan agama yang ingin menciptakan kerukunan hidup bersama yang lebih baik.
Dalam dialog itu KH Arif Hidayat yang juga Katib Syuriah PCNU Tangerang mengatakan jangan ada dusta di antara kita. Pada kesempatan itu ia sedikit menyoroti dinamika politik yang kerap terjadi, di mana kepentingan politik golongan sering di balut oleh agama yang mengarah kepada isu Sara terlebih lagi agama dijadikan sebagai senjata pamungkas dalam perpolitikan. Ia juga mempertanyakan, mengapa isu Sara masih begitu laku di Indonesia.
“Kita jaga semboyan Bhinneka Tunggal Ika, karena Tuhan menciptakan manusia ke dalam berbagai macam golongan dan untuk disatukan,” ungkapnya.
Rafael Udik Yunianto berpendapat serupa, Sara digodok untuk kepentingan politik. Kebhinnekaan di pakai untuk komoditas politik. Agama berfungsi untuk memberikan arahan bagaimana beretika politik dengan baik untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.
“Agama seharusnya bisa menjadi landasan kesejahteraan umat dalam penentuan arah perpolitikan di Indonesia, menjadi landasan etika dalam berpolitik dan beragama,” ungkapnya.
Romo T Harmanto mengungkapkan, pada dasarnya manusia diciptakan bermacam etnis dan ras sebagai kekuasaan Tuhan yang absolut, kita tidak bisa memilih lahir untuk suatu etnis dan golongan yang mana.
“Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk, berbeda-beda, namun memiliki hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dalam pesta demokrasi. Kita harus berperan aktif dalam pembangunan sesuai peran masing-masing,” pungkas Romo Harmanto.
Dalam kesempatan dialog tersebut juga dimeriahkan dengan penampilan paduan suara OMK Gereja St Agustinus dengan berbagai busana tradisional berbagai daerah, yang menyanyikan lagu Ya Lal Wathon serta Kita Bhinneka Kita Indonesia sebagai bentuk apresiasi dan tanda saling menghormati satu sama lain atas nama persatuan Indonesia. Acara tersebut ditutup dengan ramah tamah serta sesi foto bersama dengan semarak menyerukan, “Siapa kita? Indonesia!, NKRI? Harga mati!, Pancasila? Jaya!”.***
• Ateng Sanusih