Beranda News

Aktivis Banten Minta Polres Serang Kota Tindak Tegas Oknum Penyetruman Mahasiswa

Aktivis Banten Minta Polres Serang Kota Tindak Tegas Oknum Penyetruman Mahasiswa

SERANG, Pelitabanten.com – Aksi anggota Sat Sabhara Polres serang yang melakukan penyetruman kepada kepada Faqih Helmi Koordinator Umum Komunitas Soedirman 30 (KMS 30) saat melakukan pengamanan aksi unjuk rasa mahasiswa mengkritisi 11 bulan Kepemimpinan Wahidin Halim – Andika pada Kamis lalu, dinilai berlebihan oleh para aktivis pergerakan di Banten.

“Sangat di sayangkan kejadian seperti itu terjadi, padahal kan menyampaikan argumentasi di depan umum dilindungi oleh undang-undang,” kata Muhamad Rijal Sekertaris GP Ansor Kota Serang, Senin 16 April 2018.

Dilanjutkan pria yang biasa disapa Oncen ini, kejadian penyetruman ini harus di investigasi apakah sang oknum sengaja melakukan itu atau memang atas dasar arahan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Kejadian ini merupakan yang pertama kalinya berbeda dengan dulu. Dahulu kita bersahabat dengan aparat bahkan bisa ngobrol-ngobrol santai di lapangan. Yang pasti kejadian ini harus di usut dan di tindak lanjuti,” pungkasnya.

Di temui di tempat terpisah Sekertaris Jenderal Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka – Banten Syahid Alqindi, mengatakan, kepolisian itu adalah salah satu mitra mahasiswa seharusnya, dalam menangani pengamanan ujuk rasa, kepolisian harus bersifat netral.

“Tindakan penyetruman yang dilakukan polisi terhadap mahasiswa adalah bentuk intimidasi,” jelasnya.

Padahal menurutnya, dalam Undang-undang sudah diatur tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang memberi wewenang kepada Polri untuk menjadi penanggungjawab sekaligus memberikan perlindungan keamanan terhadap peserta aksi, yang tertuang dalam UU Nomor 9 Tahun 1998.

Sementara itu Aktivis dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Serang, Adnan mengatakan, pihaknya sangat menyayangka tindakan tidak menyenangkan aparat kepolisian tersebut.

“Aparat keamanan seharusnya mengikuti portap (SOP) penanganan masa aksi ketika sedang bertugas. tidak berbuat semena mena apa lagi menghalang halangi penyampaian kritik di hapadan umum,” katanya.

Lanjut Adnan, dalam menyampaikan pendapat di muka umum sudah di atur oleh UUD pasal 28 serta UU no 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum.

“Insiden penyetruman terhadap saudara faqih adalah salah satu bentuk pelanggaran hak konstitusi warga untuk menyanpaikan pandangannya terhadap pemerintah,” terangnya.

Dikatakan Adnan, seharusnya pihak kepolisian lebih mengedepankan tidakan persuasif sesuai dengan SOP bukan tindakan prefentif yang malah pada akhirnya bisa memancing kemarahan masa serta menyulut aksi kekerasan.

Diterangkan Adnan, pihak keamanan seharusnya juga bisa mengedepankan sikap profesionalisme pada saat bertugas, bukan untuk di jadikan alat melindungi kekuasaan yang memang dzolim atau tidak sesuai dengan smua janji janji politiknya dahulu.

“Secara garis besar tidakan aparat keamanan kepada sodara Faqih bisa menjadi inseden buruk karna pada akhirnya setiap aksi masa yang di lakukan nantinya akan di bayang bayangi oleh tidakan represif aparat keamanan,” jelasnya.

“Tindakan represif sangat tidak di benarkan dalam bentuk apapun karna aparat keamanan memiliki jargon sebagai pelayan masyarakat bukan pembungkam suara aspirasi masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, Mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Banten, Suparta Kurniawan mengatakan, demokrasi itu hak warga yang diatur dalam UU kebebasan berpendapat di muka umum dan saat melakukan pengamanan aparat tidak dibenarkan menghadapi massa aksi mahasiswa dgn kekerasan apapun.

“Oleh karena itu, jika aparat tidak sesuai dgn prosedural penanganan aksi massa, aparat bersangkutan harus di proses sesuai ketentuan yg berlaku. Supaya hukum benarĀ² tegak tanpa melihat siapa pelakunya,” tegasnya.