Beranda News

Aspek Indonesia Sebut Pernyataan Airlangga Soal Manfaat JHT Tak Beralasan

Aspek Indonesia Sebut Pernyataan Airlangga Soal Manfaat JHT Tak Beralasan
Mirah Sumirah, Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia. Foto Pelitabanten.com (Istimewa)

Pelitabanten.com – Presiden DPP Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirah, menyatakan, tiga manfaat pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia pensiun (56 tahun), yang disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, tidak beralasan.

“Itu justru mengaburkan substansi persoalan, memberikan -harapan semu karena masih abu-abu, belum kelihatan, dan ‘pemanis’,” ucapnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (21/2/2022).

Airlangga sebelumnya mengklaim, ada tiga kelebihan pencairan JHT saat pekerja memasuki usia pensiun atau 56 tahun. Pertama, akumulasi iuran dan pengembangan yang bakal didapatkan nilainya lebih besar.

Kemudian, perlindungan kepada pekerja/buruh terkena pemutusan hubungan () sebelum usia 56 tahun takkan diabaikan . Terakhir, dapat mencairkan sebagian dana dari akumulasi iuran dan pengembangan sebelum pensiun.

Sumirah menjelaskan, para pekerja tidak membutuhkan hasil pengembangan dana kepesertaan pada Ketenagakerjaan. Sebab, uang yang didapat dari JHT saat di-PHK digunakan untuk memenuhi kebutuhan harian.

“Kita enggak butuh [hasil dana] pengembangan, kan, lapar di depan mata. Kita enggak muluk-muluk, [uang JHT] untuk bayar listrik, makan, anak sekolah. Kalau sudah di-PHK, kita enggak dapat apa-apa, apalagi dari pemerintah,” bebernya.

Baca Juga:  30 Tahun Bekerja, Di PHK Tanpa Pesangon Karyawan Geruduk PT. GIK

Menyusul terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022, yang mengatur soal pencairan JHT saat usia 56 tahun, pemerintah pun meyiapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Diklaim dapat dimanfaatkan para pekerja yang terkena PHK.

Bagi Sumirah, program tersebut tidak ada hubungannya dengan JHT. Alasannya, sumber dana JHT berasal dari 2% gaji pekerja yang dipotong setiap bulannya.

“Kalau JKP kan program pemerintah. Itu, kan, [ada karena regulasi] turunan Undang-Undang Cipta Kerja, PP () 37/2021,” jelasnya.

“Uang dana JHT adalah uang buruh/pekerja, tidak ada satu sen pun uang pemerintah di sana, jadi tidak boleh ada pengaturan-pengaturan dalam bentuk ‘penahanan’. Kalau mereka di tengah jalan di-PHK sebelum usia pensiun, siapa yang menghidupi mereka selanjutnya?” imbuh dia.

Apalagi, ungkap Sumirah, Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan UU Ciptaker inskonstitusional bersyarat saat menguji formil beleid tersebut. Pemerintah pun diminta tidak menerbitkan peraturan turunannya, terlebih mengatur hal-hal yang berdampak luas.

Baca Juga:  Kans Airlangga Jadi Ketum Golkar 2019-2023 Lebih Besar

“Jadi, pakai logika, akal sehat saja, orang awam sekalipun dapat melihat, kalau PP 37/2021 itu seharusnya tidak terbit karena berdampak luas, melanggar putusan MK,” tegasnya.

Selain itu, tambah Sumirah terlalu persyaratan agar para pekerja dapat menerima manfaat JKP. Para buruh harus terdaftar pada empat program BPJS Ketenagakerjaan dan sebelumnya sudah aktif minimal satu tahun sebagai peserta, misalnya.

“Dana JKP juga belum ketahuan bentuknya, kan, baru launching besok (Selasa, 22/2),” katanya.

Dicontohkannya dengan sekitar 500-an buruh yang telah di-PHK sejak 2020 dan sampai sekarang belum mendapatkan hak pesangonnya, yang ditarik mencapai Rp1 miliar secara kumulatif.

“Nasib mereka saja terkatung-katung, mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Makanya, kami terus perjuangkan haknya sampai sekarang,” tuturnya.

Oleh karena itu, Aspek Indonesia meminta pemerintah bersikap arif dan bijaksana dalam merespons tuntutan publik, yang meminta JHT tetap bisa dicairkan tanpa menunggu usia 56 tahun.

Baca Juga:  Akibat PHK Secara Sepihak, Para Buruh Dari PT AWN Cilegon Lakukan Aksi Unjuk Rasa

Apabila Kementerian Tenaga Kerja () tetap bersikukuh memberlakukannya, Aspek Indonesia bersama sejumlah serikat pekerja/buruh berencana kembali mengadakan aksi massa, tepatnya pasca waktu dua pekan waktu yang diberikan tidak dipenuhi.

“Awal Maret akan aksi besar lagi dan secara total. Mungkin sampai menginap segala. Ini pembahasan dari kawan-kawan yang masih koordinasi ke arah sana,” ucapnya.

Tuntutan serupa sebelumnya dilayangkan Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani Chaniago. Pangkalnya, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan memicu gelombang PHK massal.

“Meskipun pemerintah telah memberikan tunjangan kehilangan pekerjaan, setelah kami hitung, ternyata JKP belum dapat menjawab kebutuhan buruh setelah terjadi PHK,” urainya.

Karenanya, sekalipun sepakat dengan kebijakan tersebut, Irma mendesak pemerintah mencabut semua aturan soal JHT dapat dicairkan saat pekerja berusia 56 tahun.

“Saya mendukung penuh judicial terhadap UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) dan JHT tetap dapat diambil kapan pun buruh membutuhkan,” tutup politikus Partai NasDem ini.