TANGERANG, Pelitabanten.com – Kelompok milenial (gen Y) serta generasi Z (i.gen) adalah salah satu generasi pengakses informasi paling aktif dari media sosial.
Sayangnya, besarnya paparan informasi yang diterima membuat mereka juga paling rentan menjadi “sasaran” hoaks, disinformasi (informasi palsu) dan misinformasi (informasi yang salah).
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet di Indonesia (APJII) periode 2022-2023 ada 215,63 juta orang pengguna internet. Dan sekitar 191 juta lebih (data We Are Social 2022) pengguna medsos di Indonesia. Dari jumlah pemakai medsos tersebut, kelompok gen Y dan Z inilah yang paling banyak menggunakan medsos.
Sebabnya, mereka lahir dan tumbuh di era digital dan teknologi yang sudah sangat maju. Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada 1980 hingga 1995, sedangkan gen Z adalah mereka yang lahir pada 1997 hingga 2000-an.
Gagalnya literasi digital memiliki konsekuensi serius dan mempengaruhi kemampuan generasi muda untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat yang semakin terhubung secara digital.
Tindakan perlu diambil oleh pemerintah, lembaga pendidikan, dan keluarga untuk meningkatkan literasi digital di kalangan generasi muda.
Dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang keamanan data, menjaga privasi, dan tidak mudah menyebarkan data hingga informasi yang tidak benar di media sosial, Pengurus Cabang HIKMAHBUDHI, BEM STAB N Sriwijaya, dan SiberKreasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyelenggarakan seminar Literasi Digital di Vihara Ekayana Gading Serpong, Kabupaten Tangerang Sabtu, (16/09/2023) kemarin.
Seminar yang mengambil tema ‘Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Peningkatan Literasi Digital’ itu menghadirkan narasumber Savero Dwipayana, Wakil Koordinator Divisi Komunikasi SiberKreasi dan Dr. Novianty Elizabeth Ayuna S.H. M.Pd. C.NSP,, Dosen Komunikasi Universitas Jayabaya, Jakarta.
Acara yang berlangsung selama 2 jam itu dipandu oleh Metta Listiana, Wakil Ketua BEM STAB N Sriwijaya.
Novianty Elizabeth mengatakan literasi digital sangat penting bagi generasi muda, khususnya generasi Z agar tidak mudah terpengaruh atau termakan berita-berita bohong. Gagalnya literasi digital akan berdampak pada kehidupan sosial, secara pribadi dan juga masyarakat umum.
“Menurut data Kominfo ada 800 ribu lebih situs penyebar hoaks di Indonesia. Kita bisa lihat ada peristiwa kerusuhan baik di dalam maupun luar negeri yang dipicu oleh hoaks. Informasi bohong dan informasi yang salah juga dapat menyebabkan perpecahan dan pertikaian. Jadi, generasi muda jangan mudah termakan oleh berita-berita yang tidak jelas sumbernya,” ujar Novianty dalam keterangannya tertulis yang diterima, Rabu (20/9/2023).
Lebih lanjut, calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo) itu juga memaparkan hasil temuan Tim AIS Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo bahwa sejak Agustus 2018 hingga Juni 2023 ada total sebanyak 11.759 konten hoaks.
“Berita hoaks tersebut terbanyak dari konten kesehatan, terutama di masa pandemi Covid-19, kemudian berita hoaks tentang pemerintahan dan politik. Untuk itu bagi generasi Z dan milenial pada umumnya, khususnya generasi muda komunitas Buddhis, saya berharap bisa bijak dan cermat menyikapi sebuah informasi di medsos. Hati-hati dengan judul yang provokatif, cermati alamat situsnya, periksa faktanya dan keaslian foto-foto yang ditampilkan. Atau bisa mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut ke media-media konvensional,” kata Novianty di sela-sela seminar.
Ia menambahkan, hingga Januari 2023 dari persentasi pemakai internet di Indonesia berusia 16 tahun hingga 64 tahun, pengguna platform Whatsapp masih tertinggi, yakni 92,1%, diikuti Instagram 86,5%, Facebook 83,8% dan Tik Tok sebanyak 70,8%.
Sementara, di acara yang sama Savero Dwipayana mengatakan , literasi digital dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Ia juga menyinggung penggunaan medsos, berita hoaks dapat berdampak buruk bagi pengguna media dan bisa menyebar ke berbagai pihak. Namun, klarifikasi yang disebar membutuhkan waktu 20 hari, sedangkan berita hoaks dapat di sebar hanya membutuhkan waktu 24 jam.
“Informasi hoaks atau tidak benar ini bermula ketika seseorang mengatakan ‘katanya’” dan kemudian pendengar langsung saja percaya dengan berita tersebut. ketika kita mendengar berita hanya setengah-setengah dan belum bisa di katakan valid, tidak lain kita sudah terkena berita hoaks atau berita yang tidak valid,” ungkapnya.
Diki Vimala Bodhi, selaku ketua Panitia menyampaikan bahwa seminar literasi digital ini sangat penting, tentunya bagi kalangan generasi Z dan millenial, karena Sebagian besar menggunakan media sosial dan beraktivitas dengan dunia digital harus bisa menjaga privasi, data diri, dan lebih dari itu tidak mudah terkontaminasi hoaks atau sebaliknya.
Salah satu alasan mengapa literasi digital penting adalah karena generasi muda sering kali menjadi sasaran utama penyebaran hoaks dan berita palsu.
Dalam lingkungan online (daring) yang penuh dengan informasi yang tidak diverifikasi, generasi muda perlu memiliki keterampilan kritis untuk membedakan antara fakta dan opini, serta kemampuan untuk mencari sumber informasi yang dapat dipercaya.
“Adapun tujuan diselenggarakannya seminar literasi digital tersebut agar generasi muda komunitas Buddhis dapat lebih memahami aktivitas yang ada di dunia digital serta lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas di dunia digital,” ungkapnya. Animo peserta dalam kegiatan seminar literasi digital, sambung Diki, cukup tinggi, yakni dihadiri oleh 213 dari berbagai kampus, organisasi dan komunitas pemuda atau mahasiswa Buddhis di Tangerang. “Peserta begitu antusias menanggapi materi yang dibawakan oleh para narasumber. Hal itu terlihat dari banyaknya peserta yang bertanya,” pungkas Diki