PALU, Pelitabanten.com – Selain pamerkan 500 foto Gerakan Reformasi 98 lokal/nasional, Pena ’98 juga menggelar diskusi tematik bertajuk Perspektif Reformasi Kasus Tanjung Sari Luwuk, Rabu malam 9 Mei 2018 di Kampus Unisa Palu, Sulawesi Tengah. Siaran pers dari Pena ’98 yang diterima TangerangSatu.co.id menerangkan acara ini dihadiri Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia.
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufiq Damanik dalam kesempatan itu mengungkapkan tiap tahun laporan pelanggaran HAM yang masuk ke lembaga yang dipimpinnyai mencapai ribuan, utamanya tentang kebijakan agraria.
“Karena itulah hal tersebut kami jadikan isu pokok di periode Komnas kali ini. Isu kedua mengenai pertambangan,” ungkapnya.
Terkait kasus Tanjung Sari di Luwuk, dirinya langsung turun ke ke lokasi. Menurutnya kasus ini penting, yakni problem putusan hakim.
“Sebagai Ketua Komnas saya bilang kepada Ketua Mahkamah Agung bahwa kita tidak mencampuri isi putusan, tapi ini penting jadi pelajaran bagi semua pihak. Bahwa keadilan adalah sungguh-sungguh bagian dari tujuan hukum,” tegas Ahmad Taufiq Damanik.
Ketua Front Solidaritas Tanjung, Azman Asgar mengungkapkan dirinya berlogika, Gubernur Sulteng melakukan derden verzet (perlawanan hukum) karena ada sejumlah aset Pemda di situ, dan eksekutor Pengadilan Negeri Luwuk tidak mengeksekusinya.
“Ada dua logika. Pertama PN Luwuk tidak adil, rakyat digusur sementara aset Pemda tidak. Kedua, gubernur bela asetnya,” ujar Azman Asgar.
Dirinya mempertanyakan atas penggusuran tersebut, apakah warga Tanjung itu bukan aset bangsa?
Pansus Tanjung DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Yahdi Basma menegaskan bahwa di kesepakatan 10 April 2018 yang dihadiri Komisi III DPR RI, warga Tanjung dapat kembali ke tanahnya dengan pengawalan polisi. Faktanya, kesepakatan ini macet di lapangan.
Sementara Wadir Intelkam Polda Sulteng menyampaikan hal-hal normatif posisi polisi sebagai pengamanan setelah dimintakan oleh pihak Pengadilan Negeri.
Tim hukum warga Tanjung, Adi Prianto mengajak aktivis Sulteng untuk menegaskan posisi harus pada kepentingan warga Tanjung. Ia meminta ketegasan Komnas HAM untuk menilai kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat.***
• Ateng Sanusih | Ida Rosidah