TANGERANG, Pelitabanten.com – Nasib nahas menimpa warga miskin bernama Tajudin, 42 tahun. Selama sembilan bulan Tajudin harus merasakan dinginnya sel Lapas Jambe, Kabupaten Tangerang. Dia dituduh mempekerjakan anak di bawah umur, tudingan yang terbukti tidak pernah dilakukannya.
Tajudin merupakan pedagang cobek asal Bandung. Sekalipun pengadilan negeri sudah memutus bebas dirinya, pihak Jaksa masih belum puas dan tetap mengajukan kasasi atas kasusnya.
Tajudin tak pernah menyangka dirinya harus berurusan dengan hukum lantaran mengajak kedua anak kerabatnya yakni Cepi Nurjaman (14) dan Dendi Darmawan (15), yang berasal dari kampung, untuk ikut berjualan cobek. Hingga kini, pria asal Pagalarang, Bandung itu, tidak mengerti hukum apa yang sudah dilanggarnya.
Tajudin mengaku ditangkap pada hari rabu, 20 April 2016 di sekitar rumahnya, di daerah BSD Regency, Tangerang Sekitar pukul 02.00 WIB, seorang polisi berpakaian preman mendekati dan langsung menodongkan senjata api pada dirinya.
“Saya ditangkap di tengah jalan. Disergap begitu aja. Saya kaget, ini polisi apa penjahat, kan pakai pakaian preman semua. Kan saya bingung. Malem jam 02.00 WIB kan bawa motor, langsung dibawa kapolres. Waktu itu dia nanyain, itu punya siapa? saya bilang nggak tahu. Akhirnya saya dipukul pakai sandal,” katanya saat konferensi pers, Rabu (18/1/2017) di Rumah Makan Belibis, Kota Tangerang.
Tajudin kemudian dibawa ke Polres daerah Bintaro. Di sana dia disebut sudah mempekerjakan anak di bawah umur. Tajudin pun terkejut.
Saat inverstigasi, dia mengaku mendapat paksaan yang mengharuskan dia mengaku mempekerjakan anak-anak di bawah umur, untuk berjualan cobek keliling.
“Diomelin harus ngaku saya mempekerjakan anak di bawah umur. Saya mah nggak ngerti, pasal apalah, pasal 88 yang mempekerjakan di bawah umur, Perdagangan manusia. Saya jawab, saya bukan dagang orang, saya dagang cobek Pak,” ujar Tajudin.
Setelah diberikan pertanyaan beruntut selama dua hari untuk keperluan BAP, nasibnya kian tak jelas. Ia dipindahkan dari sel tahanan Polres Bintaro ke Polsek Serpong.
Di Serpong, Tajudin menjalani masa tahanan selama 3 bulan 20 hari. Saat itu, Tajudin mengaku diperintahkan menandatangani sebuah berkas, yang dia sendiri tidak tahu apa isi dari berkas tersebut.
“Saya tanya, Pak ini kertas apaan? dijawab, udah tanda tangan aja! Saya mau baca dulu. Lu mau pulang atau ke rutan? Saya jawab saya mau pulang, akhirnya saya tanda tangan,” jelasnya.
Setelah menandatangani berkas tersebut, janji bebas tak kunjung dirasakan Tajudin. Malah, Tajudin kembali dipindah ke Rutan Jambe, Kabupaten Tangerang
Hukum seperti tak punya ampun atas kesalahpahaman yang diterima Tajudin. Padahal saat ditahan istrinya sedang hamil empat bulan. Dalam tahanan ia tidak bisa memberi ataupun menerima kabar dari keluarganya, yang sedang berada di Bandung.
Setelah pengadilan memutuskan dia tak bersalah, Tajudin bisa pulang dan bertemu dengan keluarga. Ia akhirnya bisa melihat buah hatinya, yang lahir saat dia masih di sel tahanan.
Namun Tajudin kembali harus dibuat pusing kepala. Ia mendapat cerita dari tetangganya tentang utang-piutang yang ia tidak tahu. Jumlahnya pun bagi Tajudin sangat besar, mencapai Rp 41,5 juta.
“Ada yang kasih tahu, katanya pinjam uang, semuanya dihitung-hitung Rp 41,5 juta. Nggak tahu katanya dibohongin, ada yang nipu ke mertua saya,” katanya.