KOTA PALU, Pelitabanten.com – Rangkaian peringatan 20 tahun Reformasi 98 di Sulawesi Tengah, Senin malam 21 Mei 2018 digelar dalam Silaturahmi dan Diskusi Reflektif di Warkop Sudimari-2, Kota Palu.
Segmen ke-5 acara ini digelar oleh Pena’98 Sulteng mendaulat Agussalim Faisal Said (Aktivis 98 Untad), Yahdi Basma (Aktivis 98 Untad), Jaya Rahman (Aktivis 98 Unisa), Andi Ridwan (Pendiri HMI MPO Palu) dan Andika (Aktivis Tambang) sebagai Narsum dipandu Bung Gustaf.
Diskusi diselingi hiburan musik akustik lagu-lagu kritik sosial dari Bung Petu dari KPJ (Komunitas Penyanyi Jalanan) Palu.
Ruslan Sangadji, salah satu deklarator AJI, menilai setelah 20 tahun, ternyata reformasi gagal total. Penegasan itu dikatakan Ochan, sapaan akrab Ruslan, bahwa kini justru ruang kebebasan jadi makin sempit. Orang yang menhkritisi pemerintahan beresiko ditangkap.
“Lha! Apa bedanya dengan jaman Orde Baru? Era SBY kemarin, sapi ditulis Sibuya, tak masalah, kini kita nulis status di medsos beresiko ditangkap,” tegasnya.
Sebelumnya, lima Narsum masing-masing diberi waktu untuk menyampaikan gagasan reflektifnya. Andi Ridwan, eks Ketua BEM Untad 1996 ini lantang soroti kuasa modal/kapitalisme sebagai gembong perusak keadilan dan sistem sosial. Dan Presiden sbg tampuk Kekuasaan, justru tak punya kuasa, yg dampaknya yakni sulitnya kesejahteraan dicapai.
Diskusi di Warkop Sudimari-2 Jl Masjid Raya Lolu, Palu ini berlangsung hangat dan dinamis. Dimulai 21.30 dan berakhir 23.50 Wita.
Tengara Agussalim, yang juga calon anggota DPD RI, mengurai sejumlah exercise perubahan demokrasi sejumlah negara.
Sementara itu Yahdi Basma lain lagi, nenurutnya konsolidasi demokrasi di Indonesia berlangsung dalam situasi lemahnya penguatan masyarakat sipil pasca 1998. Untuk mendinamisir ini, solusinya adalah penguatan kelembagaan warga negara. Sejauh ini, resource bangsa ini terkuras dominan di penguatan negara berikut infrastrukturnya.
Maping negara dan warga negara dikupas Andika dengan mengurai benang kusut positioning Pemerintah Indonesia dalam dinamika internasional. Andika, aktivis LSM Jatam ini menyimpulkan, bahwa kita antinomi, di satu sisi menolak aseng-asing, tapi di sisi lain sembari menerima investasi asing.
Andi Ridwan kembali menegaskan bahwa oleh karena itulah, dibutuhkan kesigapan presiden dalam memposisikan kebijakannya yang pro rakyat. Kekuasaan presiden yang kini dibatasi periodik (10 tahun), harusnya efektif berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan modal dan asing.
Andika kembali menegaskan, junta militer Orde Baru telah tumbang oleh gerakan mahasiswa dan rakyat, pertanyaan, apa yang hendak dituju 20 tahun reformasi itu?
Agussalim Faisal SH, advokat rakyat mempertanyakan mengapa ada tugu aktivis 66 di jalan Rasuna Said Jakarta yang menjatuhkan Orde Lama (Orla), padahal aktivis 66 berada dalam kekuasaan Orba. Tapi kita gerakan reformasi tak satu pun tugu yang dibuat oleh rezim yang menikmati hasil perjuangan gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa bersama kekuatan rakyat untuk menumbangkan rezim Orde Baru itu.
Agussalim menawarkan dibentuknya bloking (pembagian fungsi dan tugas) para aktivis yang berada di lingkungan masing-masing.
Idris, Ketua BEM Universitas Alkhaeraat Palu mengakui adanya pembungkaman gerakan mahasiswa di kampus-kampus. Bahkan ada petugas khusus yang mengawasi mahasiswa jika melakukan gerakan yang akan mengkritisi kebijakan rektorat apalagi pemerintah. Paling parah di Utad, katanya.
Dengan gamblang ia menceritakan muridnya kini kehidupan kemahasiswaan di Untad. Menanggapi itu, Ista Nur Masyitah, aktivis mahasiswa Utad jelaskan situasi internal dan meminta agar publik tidak menstreo tipe mahasiswa Utad lantaran Ketua BEM-nya yang bermasalah. Diketahui, Ketua BEM Untad yang prosesnya ditunjuk rektor tanpa pemilihan demokratis itu baru-baru ini diciduk Polisi karena kriminal.
Diskusi yang berlangsung hingga larut ini mengetengahkan pilihan ke depan bahwa betapapun, sirkulasi lima tahun melalui Pemilu merupakan ajang konsolidasi demokrasi yang harus dikawal seksama. Di dataran empirik, aktor-aktor politik kini dipilah dalam dua kelompok besar, yakni kelompok reformis sebagai grup baru di pentas politik negeri, versus kelompok Orde Baru merupakan grup lama yang kini terus berkonsolidasi.
Diskusi ditutup melalui uraian ringkas Bahrun Mustapa, aktivis Stain 98 yang juga Presidium Pena’98 Wilayah Sulteng, bahwa persatuan nasional tetaplah menjadi solusi demokratik dalam perjuangan panjang ini. Maka seharusnya kita semua kembali pada pemurnian Pancasila yang tegas mencitakan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama kita berbangsa. Jokowi meneladani anti-KKN, poin yang kita lawan dahulu di Orde Baru, tapi dia lupa mendahulukan teladan atas usaha keras mensejahterahkan rakyatnya.
Selanjutnya, rangkaian peringatan 20 tahun Reformasi di Sulteng kembali akan digelar di Untad dan Unismuh Palu, dengan agenda utama Pameran 500 Foto Reformasi ’98 yang diselingi berbagai item agenda suplemen sesuai keputusan teknis panitia kampus.
Diketahui, Pena’98 yang sejak dideklarasikan 2007 sebagai badan hukum, kini miliki berbagai underbouw dalam gerakkan misinya, antara lain Ormas Pospera, Dema Pospera, LBH dan lain-lain. Pena’98 dipimpin secara kolektif oleh sejumlah presidium nasional yang programnya dikendalikan oleh sekretaris jenderal yakni Adian Napitupulu, Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Barat-IV.***
• Ateng Sanusih