TANGERANG, Pelitabanten.com – Kelakuan bejat WS alias Babeh awalnya menyodomi 25 anak, kini bertambah menjadi 41 orang, setelah Kepolisian Resor Tangerang membuka pos komando pengaduan korban sodomi di Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang.
“Posko dibuka lantaran jumlah korban yang terus bertambah,” kata Kepala Polres Tangerang Komisaris Besar M. Sabilul Alif, Jumat, (5/1/2018)
Para korban sudah divisum di rumah sakit dan mendapat pendampingan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Tangerang
Selain menangkap tersangka, polisi juga menyita barang bukti berupa 1 kaos lengan pendek, 1 celana pendek warna biru ungu, dan telepon genggam. Babeh bekerja sebagai guru honorer selama dua tahun di salah satu Sekolah Dasar (SD) di Rajeg, Kabupaten Tangerang.
Tersangka melakukan perburuan tersebut karena ingin melampiaskan nafsunya lantaran istrinya berada di Malaysia karena berprofesi sebagai TKW sejak awal 2017. Setelah 3 bulan hidup sendirian, tersangka melakukan perburuan bejatnya.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto angkat bicara mengenai kejahatan seksual oleh guru terhadap 25 anak di Tangerang.
“Kasus ini pertama kali masuk ke Lembaga Perlindungan Anak Indonesia sekitar dua pekan lalu. LPAI sudah meneruskannya ke LPA Banten yang diketuai oleh Iip Safrudin,” kata Kak Seto. Jumat (5/1/2018).
Menurut Kak Seto, kasus tersebut menambah bukti positif bahwa seluruh masyarakat kian tangguh menghadapi kejahatan seksual terhadap anak.
“Masyarakat melaporkan, media memberitakan, polisi melakukan penindakan,” kata Kak Seto.
Publik, kata Kak Seto, sering menyebutkan anak akan menderita akibat kejahatan tersebut.
“Tapi berapa sesungguhnya nilai penderitaan? Tentu tak terperi. Namun LPAI, pada workshop di Amerika Serikat, menemukan bhw kerugian per anak adalah sekitar US$ 180,000. Silakan kalikan dengan jumlah anak yang menjadi korban di sini,” kata Kak Seto.
Kak Seto mengingatkan besarnya kerugian yang dialami sehingga seluruh pihak sepatutnya tidak berkutat hanya pada perlakuan terhadap pelaku.
Namun, harus dipikirkan yang harus diperbuat terhadap korban.
“Jawabannya adalah restitusi. Seiring dengan keluarnya PP tentang Restitusi beberapa waktu lalu, LPAI menyemangati Polres untuk sejak tahap penyidikan juga mulai memproses pengajuan restitusi bagi para korban,” kata Kak Seto