Beranda News

Praktisi Hukum Desak Kapolri Tindaklanjuti Kasus Oli Palsu Usai Digerebek Kemendag di Tangerang

Praktisi Hukum Desak Kapolri Tindaklanjuti Kasus Oli Palsu Usai Digerebek Kemendag di Tangerang
Rilis Pengungkapan Pabrik Oli Palsu di Kawasan Kavling DPR Blok C, Pinang, Kota Tangerang oleh Kemendag RI di Lokasi. Foto Pelitabanten.com

KOTA TANGERANG, Pelitabanten.com – Praktisi Hukum Edi Hardum mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera memerintahkan jajarannya turun tangan terkait penggerebekan palsu oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI di Gang Blok C Kelurahan Nerogtog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.

atau Mabes harus turun tangan. Kapolri harus perintahkan dua ini. Kemendag harus gandeng polisi,” Edi melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Kamis (4/5/) malam.

Menurutnya kasus ini bukan delik aduan, tapi delik umum. Karenanya polisi harus segera bertindak karena hingga saat ini belum ada tersangka atau pelaku oli ilegal tersebut.

“Penggerebekan ini jangan hangat tahi ayam, kemudian main belakang. Pelaku harus dipenjara dan izin perusahaannya dicabut,” ucapnya.

“Kasus ini harus dibawa ke pengadilan dan hakim harus memvonis mereka bersalah, harus dibui karena jelas kesalahannya,” sambung Edi.

Baca Juga:  Literasi Digital Dapat Jadi Benteng Dampak Negatif Internet

Ditambahkannya, kasus pemalsuan pelumas ilegal ini merusak perekonomian negara. Endingnya masyarakat juga yang akan dirugikan dengan beredarnya oli palsu tersebut.

“Bisa-bisa investor asing tidak percaya dengan Indonesia karena banyak hal dipalsukan. Negara ini akan dikuasa mafioso oli palsu kalau tidak ditindak,” ujarnya.

Edi berharap pemerintah dan kepolisian harus tegas. “Tolak disuap penjahat ekonomi begini, kalau oknum terlibat harus sikat,” pungkas Edi Hardum.

Praktisi Hukum Desak Kapolri Tindaklanjuti Kasus Oli Palsu Usai Digerebek Kemendag di Tangerang
Ribuan Botol Oli Palsu Disita dalam Pengerebekan

Sebelumnya diberitakan Kemendag menggerebek gudang oli palsu yang oleh masyarakat kerap disebut sebagai pabrik oli Kavling DPR Blok C, Pinang, Kota Tangerang, Banten pada Rabu, 12 April 2023 sore hingga menjelang dinihari.

Tak sampai sepekan sepekan atau pada Senin 17 April 2023, Kemendag bersama Kejaksaan Agung, TNI, Polri dan Kementerian ESDM mengekspos hasil temuan produk pelumas ilegal tersebut.

Baca Juga:  Kapolda Langsung Tinjau Lapas Kelas 1 Tangerang Terbakar, 41 Napi Tewas

Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga mengatakan pabrik tersebut tidak hanya memalsukan satu merek pelumas saja, melainkan berbagai merek yang terkenal di masyarakat.

“Mereka tidak punya SNI (standar nasional Indonesia), tidak punya NPB (nomor pendaftaran barang), dan tidak punya NPT (nomor pelumas terdaftar),” kata Jerry di lokasi pada Senin (17/4/2023).

Dari penggerebekan ditemukan 196.734 botol pelumas siap edar dan 1.153 drum pelumas yang belum dikemas. Ditaksir nilainya mencapai 16,5 miliar.

Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemendag Khakim Kudiarto mengatakan bahwa oli palsu yang diproduksi oleh oknum nakal yang tidak disebutkan identitasnya itu telah beredar di seluruh wilayah Indonesia selama 3 tahun.

“Sudah masuk di pasaran, dari informasi pertama yang didapat sudah hampir 3 tahun. Diduga di seluruh Indonesia,” ujar Khakim.

Kendati tidak menyebut pemiliknya, namun di lapangan terdapat beberapa mesin produksi pelumas yang sudah disegel Kemendag, tertera nama pelaku usahanya adalah PT Defas Adipura Bersama.

Baca Juga:  SPKT Polsek Pinang Diapresiasi, Polisi Sarankan Pemohon Download Aplikasi "Polri Super App'

Sementara itu daftar pelumas yang dipalsukan diantaranya merek Ecstar, AHM SPX2, AHM MPX3, Federal Oil, Yamalube, Castrol Go, Castrol Activ, Shell Helix HX5, Shell Advance, Meditran, Pertamina Mesran dan Pertamina Prima XP.

Untuk potensi ini dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 62 ayat (1) dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana paling banyak Rp 2 miliar serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Pasal 113 dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.