LEBAK, Pelitabanten.com – Jaro Ruhandi, Kades Warungbanten, Kec. Cibeber, Kab. Lebak – Banten, merupakan salah satu Kepala Desa yang mendapat kesempatan mengikuti Focus Disscussion Group (FDG) yang diselenggarakan selama tiga hari (4-6 April 2017) oleh Yayasan Bina Desa bertempat di Training Center Bina Desa, Gunung Menir, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor – Jawa Barat.
FDG atau Kelompok Diskusi Terarah dengan tema Refleksi Pertanian Alami ini, diikuti oleh sejumlah perwakilan Kepala Desa dari dari berbagai daerah seperti, Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab. Sumedang, Kab. Indramayu, Kab. Cirebon, Kab. Bogor. Dan Kab. Lebak yang diwakili oleh Kelapa Desa Warungbanten.
Pertanian alami memang tidak sekedar mengejar produksi, tidak hanya bertujuan meraih keuntungan material, tetapi diharapkan di dalam kehidupan pelakunya ada perilaku yang alami yang menjalin hubungan selaras dengan lingkungan sekitar. Seperti disampaikan oleh Jaro Ruhandi melalui laman warungbanten.desa.id, “Tujuan FDG diantaranya menganalisa hasil penerapan pertanian alami 6 bulan terakhir, menganalisa situasi kelompok tani dan berdiskusi dalam rangka membangun pemahaman bersama untuk memperkuat organisasi dan kelompok petani alami,” katanya, Jumat (7/4/2017).
Fasilitator Training Center Bina Desa, Mardiyah Basuni dalam pemaparan materinya di hadapan peserta FDG menyampaikan, “Pertanian Alami terfokus pada tujuan yang sebenarnya yaitu menciptakan Kedaulatan Pangan tanpa melupakan 3 tiga hal penting, yaitu hubungan kita dengan Allah, hubungan kita dengan lingkungan dan hubungan kita dengan sesama manusia,” ucapnya.
Di Indonesia, istilah-istilah pertanian alami, pertanian organik, pertanian berkelanjutan, pertanian selaras alam, menurut Yayasan Bina Desa, konsep-konsep tersebut sebenarnya memiliki kesamaan tujuan dan tidak ada perbedaan jika diletakkan pada 6 unsur.
Pertama, membangun kembali kemandirian petani tanpa harus tergantung pada industri penghasil benih, bibit, pupuk, pestisida dan pengatur pasar. Kedua, orientasi budidaya bukan pada produk untuk dijual atau eksport dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan produk kimia. Ketiga, menghasilkan pangan yang sehat. Keempat, memperbaiki ekosistem. Kelima, menggunakaan input pertanian lokal (yang meningkatkan kemandirian petani). Keenam, memperbaiki pranata kehidupan sosial dan praktik bertani yang lebih berkesetaraan gender.
“Saya berharap semoga pertanian alami dapat terus berkembang di masyarakat agar tercapai kedaulatan pangan. Walau sampai saat ini masih jauh dari harapan, hal itu disebabkan kesadaran masyarakat untuk bertani alami lebih kepada nilai-nilai budaya (agri-culture) masih kurang, dan lebih memilih bertani konvensional (bertani modern) yang bertumpu pada sistem agri-bisnis,” kata Jaro Ruhandi.
Secara umum, pertanian alami dapat diartikan sebagai suatu sistem pertanian yang holistik atau terpadu sehingga menghasilkan dan mengoptimalkan kesehatan dan produktifitas agroekosistem secara alami, yang pada gilirannya mampu menghasilkan pangan dan serat yang berkualitas dan berkelanjutan. Konsep ini dicirikan antara lain dengan menghindari benih hasil rekayasa genetik, menghindari pestisida sintetis (kimia), penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetis, hormon tumbuh dan bahan adiktif sintetis untuk pakan ternak.
Selama tiga hari peserta FDG saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait sistem pertanian alami yang dipraktikan di daerah masing-masing. Selain itu juga peserta diberikan kesempatan untuk melihat langsung hasil pertanian alami yang berada lingkungan yang sangat asri dan alami.
Pengalaman FDG mengingatkan Jaro Ruhandi akan masyarakatnya di Desa Warungbanten, “Minimnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pertanian alami juga penyebab lain karena lahan pertanian yang masih jauh dari mencukupi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dari musim ke musimpun tidak cukup. Kenyataan tersebut butuh perhatian dan tindakan serius dari semua pihak terutama pemerintah,” pungkasnya.