JAKARTA, Pelitabanten.com – Hari ini 10 Desember 2017 kita peringati sebagai Hari HAM se-dunia. Yang menjadi catatan Pemerintahan sekarang adalah penuntasan pelanggaran HAM di masa lalu yang belum ada satupun selesai seperti kasus Munir, Kasus 27 Juli 1996, Kasus Trisakti, Semanggi, Kasus Penculikan Aktivis 1998.
Meskipun itu semua tidak terjadi ketika Jokowi memimpin, tapi sebagai Kepala Negara dan sesuai janjinya di saat kampanye pilpres, Presiden harus menuntaskan kasus-kasus yang terjadi di masa kelam tersebut. Bukan untuk prestasi tapi untuk mendamaikan Negara dengan Rakyatnya dan agar tidak berulang di kemudian hari.
Kini kekerasan dari kelompok masyarakat pada kelompok yang lain meningkat tajam saat ini. Ujaran kebencian yang bersifat SARA mendominasi percakapan di media sosial. Bahkan, saat ini menjadi cara politik baru dan menghasilkan politik identitas yang mengoyak persatuan. Tidak saja menciptakan potensi diinstregrasi bangsa, tetapi telah merampas hak sipil dan politik masyarakat tertentu, karena disertai tindak diskriminasi dan persekusi.
Hak asasi manusia saat ini juga mengenal hak ekonomi, sosial dan budaya (ekosob), termasuk hak untuk sehat. Kondisinya masih perlu dibenahi. Salah satunya jumlah dokter umum dan spesialis yang masih kurang dan hanya terpusat di Jawa. Saudara-saudara kita di daerah terpencil belum bisa merasakan dengan layak hak untuk sehat ini.
Walau sudah ada program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) melalui melalui Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017, tetapi Indonesia kekurangan 1.921 dokter spesialis empat dasar dan anestesi di seluruh Rumah Sakit mulai di perbatasan sampai milik perusahaan BUMN.
Sungguh ironis, baru-baru ini sebanyak 17 dari 24 dokter spesialis yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Sulawesi Barat, mengundurkan diri, baik sebagai dokter di Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah maupun sebagai aparatur sipil Negara (ASN).
Terlepas siapa yang salah, apakah para dokter atau pimpinan manajemen RSUD tersebut, tetapi dengan kejadian ini jelas yang dirugikan adalah pasien. Rumah Sakit Pemerintah tersebut akan mengalami hambatan dalam melayani masyarakat.
Melalui pers rilis yang dikirim redaksi pelitabanten.com pada hari Minggu (10/12/2017), Dr. Ribka Tjiptaning P., AAK, Ketua Bidang Sosial dan Penanggulangan Bencana DPP PDI Perjuangan, sekaligus Komisi-IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan mendesak agar Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Daerah bisa menyelesaikan kasus tersebut. Mendesak pada Pemerintah Pusat untuk meningkatkan kontribusinya dalam mendorong peningkatan jumlah dokter spesialis dan umum, baik melalui beasiswa dan program yang lainnya. Semua ini agar hak masyarakat dibidang ekonomi, sosial, budaya, khususnya hak untuk sehat dapat terpenuhi.
“Selamat memperingati Hari HAM Internasional. Semoga ini jadi momentum bersama untuk menegakkan HAM di Republik yang kita cintai ini” ujar Ribka Tjiptaning