Beranda News

Satu Menit Saja Cukup, Kata Megawati

Satu Menit Saja Cukup, Kata Megawati
Presiden Republik Indonesia (RI) Kelima Megawati Soekarnoputri menjadi pembicara kunci di Forum Kebudayaan Dunia (World Culture Forum/WCF) 2016 di Nusa Dua, Bali, Rabu (13/10/2016)

DENPASAR, Pelitabanten.com – Presiden RI Kelima, Megawati Soekarno Putri meminta kepada Forum Kebudayaan Dunia (World Culture Forum) 2016 untuk mendukung gagasannya, yakni “Satu Menit Hening di Hari Bumi”. Di dalam forum yg dihadiri 1.307 peserta dari 63 negara itu, Megawati berharap gagasannya tersebut masuk ke dalam rekomendasi WCF 2016.

“Dengan satu menit hening di Hari Bumi, kita bisa menciptakan sekaligus momentum jeda individu, jeda kolektif, dan jeda dunia,” ujar Megawati di Nusa Dua, Bali (13/10/2016).

Ia menambahkan kemajuan teknologi tidak akan sanggup menjadikan manusia sebagai makhluk mekanik yang teralienasi dan teratomisasi. Putri Bung Karno ini pun yakin bahwa modernisasi tidak akan mampu menenggelamkan manusia.

“Dengan satu menit hening di Hari Bumi, kita akan menemukan ruang introspeksi untuk kembali ke jatidiri kita sebagai manusia otentik. Saya minta cukup satu menit dalam setahun,” ujar Megawati yang disambut tepuk tangan hadirin.

Budayawan Chavchay Syaifullah yang hadir dalam forum tersebut menilai gagasan Megawati tersebut perlu disambut hangat oleh masyarakat dunia.

“Persoalannya bukan pada satu atau dua menit kita perlu mengheningkan cipta, namun pada bagaimana kita sebagai manusia harus mampu menyiapkan kesadaran waktu dan waktu kesadaran untuk memikirkan posisi manusia dalam keberlangsungan budayanya,” ujarnya.

Dengan hening satu menit di Hari Bumi, Chavchay berharap manusia di planet ini bisa terangsang secara terus menerus untuk merenungkan tentang pertentangan, penindasan, peperangan, dan pemiskinan yang tak kunjung berhenti.

Di sisi lain, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhajir Effendy, meminta  warga dunia yang tergabung dalam WCF 2016, bisa mendorong pemerintah kota untuk mengintegrasikan kebudayaan dalam pembangunan.

“Kita harus bisa melakukan pengarusutamaan kebudayaan dalam pembangunan hingga level pemerintah kota agar tradisi budaya bisa berkelanjutan hingga generasi mendatang,” pinta Muhajir.