KOTA TANGERANG, Pelitabanten.com — Sengketa lahan hingga menyebabkan bentrok antar ormas (organisasi masyarakat) di depan kantor Kecamatan Pinang, Kota Tangerang pada Jum’at 7 Agustus 2020 terus berlanjut kasusnya.
Dibantu Warga, PT. Tangerang Matra Real Estate (TMRE) menyebut Pengadilan Negeri (PN) Tangerang telah salah dalam melakukan eksekusi lahan di Kelurahan Kunciran Jaya dan Cipete, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
Eksekusi lahan seluas 450.000 M2 atau 45 hektare itu disebut tidak sah. lantaran, BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kota Tangerang sudah mengeluarkan surat yang menyatakan bahwa surat tanah yang menjadi dasar eksekusi tidak terdaftar.
Pernyataan itu disampaikan Juru bircara (Jubir) PT.TMRE, Manusun Hasudungan Purba bersama beberapa Perwakilan Warga dalam konferensi Pers kepada awak media di kawasan Kebon Nanas, Kota Tangerang, Senin, (10/8/2020)
Manusung, mengatakan bahwa hal itu dibuktikan dengan surat dengan nomer 1937/36.71/VIII/2020 yang dikeluarkan BPN pada 5 Agustus 2020 lalu.
Kata Dia, Surat BPN itu berisikan pernyataan bahwa sertifikat hak guna bangunan nomor satu sampai sembilan milik pihak lawannya tersebut tidak terdaftar.
“Dalam surat itu disebutkan bahwa sembilan objek Hak Guna Bangunan (HGB) tersebut tidak terdaftar, tetapi kenapa tetap dilakukan eksekusi pembebasan lahan oleh pengadilan negeri Tangerang,” ujar Dia.
Manusung mengungkapkan, dengan mempertimbangkan Faktor kemanusiaan dan keamanan pihaknya meminta surat resmi penundaan eksekusi yang dikeluarkan oleh Kapolres Metro Tangerang Kota. Namun surat tersebut tidak dihiraukan.
Dan lanjut Dia, Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Sugeng Hariyanto jelas mengatakan obyek eksekusi dan pengosongan lahan itu berpotensi memicu kerawanan.
Manusun juga menyebut bahwa pemilik sah tanah itu adalah PT Tangerang Matra Real Estate.
Awalnya, jelas Dia, Masalah sengketa tanah itu saat pemohon Dharmawan, sebagai pihak yang memenangkan perkara atas putusan hakim di lahan tersebut dengan mengklaim sebagai pemilik menggunakan surat Girik.
“Saat itu, Girik yang digunakan Dharmawan diduga palsu, lalu kembali mengklaim dengan membawa SK Karesidenan Banten tahun 1994, itu juga telah dibatalkan oleh Gubernur,” kata Dia.
“Eksekusi lahan ini terkesan dipaksakan, korbannya adalah PT TMRE dan warga disekitar lokasi,”Imbuhnya.
Atas kasus tersebut, Lanjut Manusun, PT TMRE bersama-sama dengan warga yang tergabung dalam tim advokasi akan terus berupaya menuntut keadilan dan perlindungan hukum.
“TMRE adalah pemilik tanah yang sah memperoleh tanah dari masyarakat, berdasarkan izin lokasi no. 593/Kep.001.DPMPTSP/2017. Sudah mengajukan keberatan namun tidak dihiraukan,”ujarnya.
Keberatan juga telah dilontarkan tim kuasa hukum PT. TMRE dengan menolak eksekusi keputusan PN Tangerang, dimana objek eksekusi dilaksanakan di atas tanah milik mereka.