LEBAK, Pelitabanten.com – Dunia ‘Rupa-rupa Seni Rupa’, menjadi bagian hidup yang telah digeluti secara intens selama dua tahun terakhir. Lima orang kolega berjabat erat membangun visi mencoba merealisasikan ide-ide di kancah seni rupa, dengan tujuan membangun kesejahteraan melalui laku kesenian. Tergabung dalam satu tekad bersama mengibarkan bendera bernama Studio The Lima. Adalah; Ocim, Uday, Eghom, Pardi dan Yasin, hingga saat ini 5 perupa ini menempati dua kios berukuran 2 x 2,5 meter, tidak jauh dari Terminal Mandala, tepatnya di Jln. A. Yani KM. 2 Pasar Buah Mandala, Kec. Cibadak, Kab. Lebak – Banten. Disusul dengan rekan yang datang kemudian; Ade Chandra, Juli dan Nurdianto.
Menekuni dunia seni rupa yang kemudian menjadi mata pencaharian, para perupa di Studio The Lima mengerjakan berbagai pekerjaan item-item kesenian, seperti yang dijelaskan Ocim, antara lain, “Selain melukis, kami mengerjakan seni kaligrafi, bingkai, handycraft, cutting stiker, relief, taman, papan reklame, kaca film mobil dan interior kantor, dan pengerjaan animasi kartun digital”, ungkapnya kepada Pelitabanten.com. Kamis (13/1/2017)
Selama dua tahun terakhir, Studio The Lima terus melebarkan sayap pergaulannya dengan beberapa kali menggelar Pameran Seni Rupa bersama dengan jaringan Para Perupa se-Banten. Sedangkan untuk upaya regenerasi, Studio The Lima membuka Kursus Melukis dan Seni Dekoratif bagi siswa sekolah dan umum.
Kiprah para perupa di Studio The Lima rupanya tak hanya sekedar mengerjakan hobi berkesenian yang menjadi mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mereka juga kerap berkontribusi dalam pengembangan kesenian di Lebak dengan mengikuti berbagai forum/ kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemkab Lebak. Tak jarang pula turut memberikan ide-ide segar bagaimana penataan dunia kesenian yang semestinya dilaksanakan untuk kemajuan dan kesejahteraan khususnya para seniman dan masyarakat Lebak secara keseluruhan.
Namun beragam nada sumbang masih saja terdengar, “kami sering berdiskusi dengan orang-orang dari pemerintahan, kami senang dan tidak segan-segan memberikan masukan berupa ide-ide atau konsep gagasan bagaimana Rangkasbitung, ibukota Kab. Lebak dapat maju dan berkembang secara estetika dan budaya. Tapi sayangnya, ketika itu diterapkan kami jarang sekali dilibatkan sebagai pelaku kesenian”, kata Ocim dengan sedikit nada tertahan.
Angin segar sempat berhembus di kalangan seniman Lebak, tentang dibentuknya Dewan Kesenian Lebak (DKL) pada pertengahan tahun 2016 lalu. Namun hingga saat berita ini diturunkan, keberadaannya bagaikan sebuah lagu “Layu Sebelum Berkembang”. Hal ini seperti yang diungkapkan Eghom Tulang, pelukis yang telah banyak makan asam garam dalam pergaualan antar Seniman Bali, “Saya sempat merasa bahagia dengan kabar dibentuknya DKL, tapi sayang sampai hari ini belum ada kabar yang menyejukkan, namun saya masih berharap semoga pengurus DKL segera ditetapkan dan dilantik agar tidak menjadi layu sebelum berkembang”, pungkasnya.