TANGERANG, Pelitabanten.com – Proyek pengerjaan fisik dan perataan tanah untuk pembangunan ruas jalan tol Jakarta Outer Ring Road II (JORR II) Serpong – Cinere mendapat penolakan keras dari warga perumahan Merida Dream Home di Kelurahan Bambu Apus, Pamulang, Tangerang Selatan.
Penolakan dari warga terjadi pada Selasa (5/12/2017) tatkala tim lapangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan pihak kontraktor dari PT Waskita Karya (Persero) Tbk—salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PT Cinere Serpong Jaya (CSJ)—memasuki area perumahan Merida pada akhir November lalu untuk memberitahukan kepada warga bahwa kegiatan pembongkaran dan perataan tanah di perumahan tersebut akan segera dimulai.
Pihak kontraktor akhirnya menunda penurunan alat berat di perumahan tersebut sambil menunggu keputusan dari Kementerian PU.
Menurut warga perumahan Merida, penolakan tersebut didasarkan pada alasan bahwa beberapa bidang tanah dan bangunan milik warga yang telah diukur oleh Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) dan dinilai oleh KJPP Toto Suharto dan Rekan sejak 2016 silam tak kunjung dibayar oleh Kementerian PU.
Dari 26 bidang yang masuk dalam gambar peta bidang dan daftar nominatif, hanya 11 bidang yang telah dibayar oleh Kementerian PU, sementara sisanya belum dibayar. Sebagian bidang yang belum dibayar itu masuk dalam peta trase jalan tol, sementara sebagian lagi masuk dalam peta bidang terdampak.
Padahal, pemerintah telah berjanji akan membebaskan perumahan Merida secara keseluruhan dan memberikan pembayaran ganti rugi kepada semua warga baik yang terkena trase jalan tol maupun yang terdampak.
Komitmen pemerintah yang tak kunjung terealisasi ini merupakan hasil perjuangan panjang warga Merida yang sejak semula telah menolak rencana pembangunan jalan tol Serpong – Cinere di lokasi perumahan mereka.
Penolakan awal warga Merida terhadap rencana pembangunan jalan tol Serpong – Cinere itu bukan tanpa alasan yang kuat. Menurut warga, perumahan Merida Dream Home merupakan kluster baru yang dibangun pada tahun 2011 berdasarkan perjanjian kerjasama antara pihak pemilik tanah dan pihak pengembang.
Pembangunan perumahan tersebut didasarkan pada perizinan yang diterbitkan pemerintah Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011, yakni: (1) Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 653/463-BP2T/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Izin Pemanfaatan Ruang (IPR), yang ditandatangani oleh Walikota Tangerang Selatan; (2) Penetapan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Nomor 653.1/497-BP2T/2011 tanggal 14 September 2011 tentang Pengesahan Rencana Tapak, yang ditandatangani oleh Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T); (3) Keputusan Walikota Tangerang Selatan Nomor 648.3/2157-BP2T/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Ijin Mendirikan Bangunan, yang ditandatangani oleh Walikota Tangerang Selatan.
Pada saat surat-surat perizinan tersebut disahkan dan diberikan kepada pengembang, tidak ada informasi atau pemberitahuan dari Pemkot Tangsel bahwa lokasi yang akan dibangun perumahan itu akan terkena rencana pembangunan ruas jalan tol Serpong – Cinere.
Warga sendiri mulai menetap di perumahan tersebut sejak akhir 2011 dan awal 2012. Namun belum genap satu tahun, tiba-tiba tersiar kabar bahwa lokasi perumahan yang ditempati warga terkena rencana pembangunan ruas jalan tol Serpong – Cinere.
Kabar tersebut terbukti valid melalui serangkaian proses sosialisasi, inventarisasi, pemasangan tanda batas dan pengukuran bidang tanah di lokasi perumahan tersebut yang dilakukan oleh P2T Kota Tangsel.
Berdasarkan sosialisasi tersebut, warga baru menyadari bahwa izin pembangunan perumahan Merida yang dikeluarkan oleh Pemkot Tangsel menyalahi aturan dan melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pasalnya, rencana pembangunan ruas jalan tol JORR II Serpong – Cinere telah ditetapkan sejak tanggal 12 Juli 2007 berdasarkan Keputusan Bupati Tangerang Nomor 591/029/PL.DTRP/2007 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) Ruas Jalan Tol Serpong-Cinere dan Kunciran-Serpong di Kabupaten Tangerang.
Selain SP2LP tahun 2007 tersebut, rencana pembangunan jalan tol Serpong – Cinere juga telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang RTRW, antara lain: Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, khususnya dalam Lampiran III tentang Jalan Bebas Hambatan Dalam Kota di Pulau Jawa dalam item nomor 18 tentang Jakarta Outer Ring Road II; Peraturan Daerah Propinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Banten Tahun 2010-2030, khususnya Pasal 18 huruf c; dan Peraturan Daerah Kota Tangerang Selatan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-2031, khususnya Pasal 22 ayat (2) huruf c. Berdasarkan fakta-fakta hukum ini, warga berkesimpulan bahwa pemberian ijin pembangunan perumahan Merida Dream Home oleh Pemkot Tangsel telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Merasa dizalimi oleh Pemkot Tangsel, warga sempat berencana mengajukan gugatan perdata ke pengadilan terhadap Walikota Tangsel dan Kepala BP2T yang menerbitkan perizinan. Namun rencana tersebut ditunda karena Pemkot Tangsel bersedia berdialog dengan warga, mengakui kelalaiannya dalam pemberian izin, dan beritikad baik untuk menyelesaikan kasus tersebut melalui mediasi.
Proses mediasi tersebut melibatkan sejumlah instansi pemerintah terkait seperti Pemkot Tangsel, P2T-BPN dan Kementerian PU. Hasil mediasi mengerucut pada dua kesepakatan antara pemerintah dan warga Merida. Pertama, perumahan Merida akan diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam proses pengadaan tanah sehingga tidak ada pembedaan antara bidang yang terkena trase jalan tol dengan bidang yang terdampak.
Dengan kata lain, warga yang terdampak diperlakukan sama dengan warga yang terkena, dengan catatan bahwa warga terdampak harus mengajukan permohonan terlebih dahulu ke BPN. Kedua, Pemkot Tangsel berkomitmen menyerahkan lahan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) di perumahan Merida Dream Home kepada warga sebagai kompensasi atas kelalaian mereka, dengan alasan bahwa lahan PSU yang selama ini dikelola oleh warga secara swadaya itu belum diserahterimakan ke Pemkot dan belum tercatat sebagai Aset Daerah.
Terkait kesepakatan pertama, Kepala Kantor Pertanahan Kota Tangerang Selatan selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah Ruas Jalan Tol Serpong – Cinere telah mengeluarkan Surat Rekomendasi Nomor 58/PPT-Sercin/36.07/VIII/2016 tertanggal 13 Agustus 2016, yang pada intinya merekomendasikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ruas Jalan Tol Serpong – Cinere dari Kementerian PU untuk membebaskan tanah yang terdampak di perumahan Merida Dream Home atau memberikan ganti rugi kepada warga terdampak.
Terkait kesepakatan kedua, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tangsel telah mengeluarkan Surat Keterangan Nomor 032/203/-Aset/2016 tertanggal 14 Desember 2016, yang pada intinya menyatakan bahwa Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) di Komplek Perumahan Merida Dream Home tidak tercatat dalam Daftar Aset/Barang Milik Daerah (BMD) Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Berdasarkan dua surat keputusan tersebut, PPK Kementerian PU berjanji akan membebaskan lahan PSU dan memberikan ganti rugi kepada warga yang terdampak dalam jangka waktu tiga bulan setelah realisasi pembayaran ganti rugi kepada warga yang terkena.
Namun sejak pembayaran ganti rugi kepada 11 warga pada bulan Januari 2017 silam, janji PPK untuk membebaskan lahan PSU dan memberikan ganti rugi kepada warga terdampak tak kunjung terealisasi. Menurut warga, sejak pergantian PPK beberapa bulan yang lalu, PPK yang baru tidak meneruskan kebijakan PPK yang lama. Alih-alih memenuhi hak-hak warga, PPK yang baru justru mangkir dari kewajiban membebaskan lahan PSU dan melakukan pembayaran ganti rugi kepada warga terdampak.
Akibatnya, warga terdampak yang kini tinggal di lingkungan tidak layak huni dan terisolasi secara sosial dan kultural itu merasa dizalimi oleh pemerintah. Kelalaian pemerintah dalam memenuhi hak-hak warga perumahan Merida Dream Home ini jelas bertentangan dengan asas-asas pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yakni asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan.