Beranda News

Deklarasi Gemuruh Tolak Revisi UU Nomor 13 Tahun 2003

Deklarasi Gemuruh Tolak Revisi UU Nomer 13 Tahun 2003
Gemuruh Gelar Deklarasi Tolak Revisi UU Nomer 13 Tahun 2003. Foto Pelitabanten.com (Dok.Ist)

­KOTA TANGERANG, Pelitabanten.comGerakan Masyarakat Buruh (Gemuruh) Banten gelar deklarasi menolak revisi UU Nomor 13 Tahun 2003.

Aliansi Buruh Banten Bersatu terdiri dari Kabut Bergerak, Alltar, KSPSI, KSPSI 1973, Aliansi Buruh Serang dan Forum SP/SB Cilegon sepakat penolakan revisi UU itu, di RM Hj Aten Sutan, Jalan Teuku Umar, Karawaci, Kota Tangerang, Kamis (8/8/2019).

Presidium Alltar, Galih Wawan dalam deklarasinya mengatakan, bahwa pada tanggal 21 Agustus 2019 mendatang, jutaan buruh se Banten akan menggelar aksi menolak revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di DPR RI Jakarta.

“Disinyalir banyak peraturan merugikan kaum buruh atau pekerja seperti ketidak pastian setatus hubungan kerja, penurunun kesejahateraan buruh dengan tetap diberlakukan sistem kerja konterak sampai dengan lima tahun,” tegas Wawan kepada awak media.

Wawan menambahkan, jika UU itu disahkan maka sistem kerja pemagangan akan diupah lebih rendah dari Upah Minimum kota/kabupaten (UMK).

“Dengan demikian untuk mendapat kerja dan kehidupan layak tidak ada lagi, karena sewaktu-waktu akan mudah diputus hubungan kerja,” ujarnya.

Rencana pengurangan nilai hak pesangon dari sembilan bulan menjadi tujuh bulan lebih buruk dari aturan sebelumnya.

“Pesangon adalah hak buruh, agar ketika di PHK dapat untuk modal kelangsungan hidup setelah lama mengabdi kepada perusahaan, juga sebagai awal untuk usaha atau hak pensiun setelah bekerja,” jelasnya.

Lebih dalam ia mengatakan, bahwa pada UU tersebut untuk prosedur mogok buruh terlalu berbelit-belit dengan tenggang waktu yang panjang dan dipersempitnya ruang demokrasi buruh, karena akan diberlakukannya sanksi pidana bagi para buruh yang melakukan mogok di luar ketentuan yang berlaku.

“Padahal hak mogok adalah hak dasar yang harus di miliki buruh ketika pengusaha melakukan tindakan kesewenang-wenangan dan tidak menjalankan hak normatif buruh. Dengan begitu buruh semakin dibatasi, maka posisi buruh akan semakin lemah dihadapan pengusaha,” paparnya.

Kenaikan upah buruh yang biasanya terjadi sekali setiap tahun, kini akan dirubah menjadi dua tahun. Peninjauan KHL perlima tahun sekali juga akan diambil oleh Badan Pusat Statistik (BPS), serta penijauan kenaikan upah yang didasarkan pada PP 78 Tahun 2015, tidak sesuai dengan angka kebutuhan hidup layak untuk kaum buruh di Indonesia.

“Dewan Pengupahan kota, kabupaten atau provinsi tidak diberikan kewenangan melakukan survai kebutuhan kaum buruh. Jelas pemerintah telah melakukan kesewenang-wenangan atau secara nyata telah mengamputasi hak DEPEKO dengan membatasi ruang argumentasi secara sehat dan cerdas, untuk menilai kebutuhan hidup kaum buruh agar lebih baik,” tegasnya.

Masih dikatakan Wawan, jaminan kesehatan nasional yang diterapkan di Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial (BPJS) dinilai masih kurang.

“Pelayanan dan fasilitasnya pengobatannya masih kurang. Iuran yang dibebankan kepada buruh juga menyebabkan berkurangnya penghasilan para pekerja,” ungkapnya.

Presidium Kabut Bergerak, Maman Nuriman mengatakan, bahwa upah buruh sebuah harga untuk hasil kerja keras buruh, maka semakin murah upah yang diberikan kepada buruh. Semakin tidak dihargai pula kerja keras buruh oleh majikan atau pengusahanya.

“Karena sejatinya upah harus memenuhi kebutuhan fisik, pisikologi dan sosial. Dalam hal ini upah yang seharusnya diterima kaum buruh harus memenuhi kebutuhan pangan, papan, sandang, pendidikan dan kesehatan,” terang Maman.

Namun, tambah Maman, pada saat ini kaum buruh masih mengalami satu penindasan dan dirampas kemerdekaannya untuk dapat hidup sejahtera dan merdeka.

“Hari ini kaum buruh masih dihisap dan dijajah oleh sistem kapitalisme yang menghisap darah dan tenaga kaum buruh. Kaum buruh dihisap tenaganya dan dibayar murah hanya agar tetap hidup, supaya dapat terus menerus dihisap tenaganya oleh kapitalisme dalam bemtuknya yaitu Neo Liberalidlsme (penjajahan gaya baru, red),” tegas Maman.

Pada saat ini kaum buruh dan rakyat tertidas belum mendapat kesejahteraan. Bahkan kesejahteraan yang seharusnya didapatkan merupakan amanat para pendiri NKRI, telah dirampas oleh para elit politik di DPR dan oknum-oknum pemerintah. Mereka tidak mencoba untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945, namun malah menjadi perampok kesejahteraan dengan menjadi antek-antek dari Neo Liberalisme.

“Semua dilakukan demi menghamba kepada kaum modal (investasi, red) yang bukan untuk kesejahteraan rakyat. Karenanya kaum buruh dan rakyat tertindas semakin sengsara. Upah murah, diberlakukannya sistem kerja atau outsourcing membuat rakyat tidak memiliki kepastian kerja dan tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya. Pencabutan subsidi dan menyerahkan pasar bebas di tengah kondisi masyarakat dan pemerintah Indonesia yang belum siap, membuat harga-harga kebutuhan murah dan terjangkau baik BBM dan sembako semakin mahal,” tandas Maman.

Patut diketahui pada deklarasi tersebut Aliansi Buruh Banten Bersatu menuntut tiga tuntutan; menolak revisi UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003, mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dan menghapus sistem kontrak outsorsing dan sistem pemagangan.