Pelitabanten.com — Pesta demokrasi tahun 2019 telah usai dan berlangsung dengan sukses.
Tahun ini, merupakan tahun pertama dilaksanakannya pemilu secara serentak di seluruh penjuru Negeri, penuh pengorbanan baik dari tim pelaksana juga masyarakat yang berpartisipasi. Banyak kejadian menarik terjadi selama pesta demokrasi berlangsung.
Dari demokrasi, kita belajar tentang arti berpartisipasi juga arti demokrasi. Tujuannya, tentu menuju Indonesia adil, makmur dan sejahtera.
Hal yang paling menarik dan menyita banyak perhatian saat pesta demokrasi adalah debat Pilpres 2019.
Debat menentukan dan mengetahui apa saja visi misi juga program kerja dari Capres dan Cawapres terpilih.
Ketua KPU Arief Budiman dalam cnnindonesia.com, memaparkan bahwa KPU (Komisi Pemilihan Umum) telah menetapkan jadwal debat Pilpres 2019.
Terdapat 5 agenda debat, yakni debat capres-cawapres, debat capres, debat cawapres, debat capres, dan yang terakhir debat capres-cawapres. (cnnindonnesia.com 2018).
Melalui debat Pilpres diharapkan mampu dijadikan sebagai sarana literasi politik atau pendidikan politik bagi seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda.
Sebagai generasi penerus bangsa, anak muda khususnya generasi milenial diharap turut berpartisipasi dalam acara lima tahunan Indonesia, bukan hanya bagi penentu masa depan Indonesia selama lima tahun kedepan, namun terhadap keberlangsungan hidup bermasyarakat yang cerdas dan bermarabat.
Hasil survei yang dilakukan oleh LIPI, ada sekitar 35%-40% dari total penduduk di Indonesia didominasi oleh anak muda atau generasi milenial pada pemilu 2019 (tirto.id 2018).
Angka tersebut bukan angka yang sedikit, dan harus menjadi perhatian oleh segala kalangan khususnya komuniktor politik, bahwa generasi milenial yang mendominasi pada pemilu 2019 harus diberikan literasi politik yang baik.
Fenyapwain, 2013 Menyatakan bahwa Negara-negara di dunia yang bermasyasrakat heterogen termasuk Indonesia telah menjadikan pemilihan umum sebagai sarana untuk berdemokrasi.
Faktor utama dalam partisipasi politik masyarakat yakni kesadaran politik nya, ini artinya segala yang berhubungan dengan kesadaran dan pengetahuan yakni hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kegiatan politik dan lingkungan masyarakat, bisa dijadikan ukuran seberapa terlibatannya seseorang dalam kegiatan politik.
Bagi seseorang yang sudah pernah ikut dan terlibat dalam pemilu ini adalah hal yang biasa, namun bagi pemilih pemula ini adalah hal baru. Maka dari itu pendidikan politik agaknya menjadi hal yang substantif.
Posisi generasi milenial sangat diperhitungkan pada pemilu 2019. Generasi milenial menjadi sasaran mepuk bagi komunikator politik/ politisi untuk bisa memberikan dukungan baginya, karena secara psikologis mereka tergolong idealis namun begitu mudah mempengaruhi sekitarnya terutama sesama milenial soal keberpihakan.
Jika dilihat dari banyaknya jumlah pemilih milenial pada pemilu 2019, maka posisi generasi milenial bisa dikatakan sebagai objek sasaran pemungutan suaran yang sangat strategis. Namun menjadi tantangan tersendiri bagi aktor politik, karena minimnya litrasi politik pada generasi milenial.
Generasi milienial adalah sekelompok anak muda kisaran usia 20-34 tahun yang berpemikiran sangat kritis pada segala hal yang menyangkut dirinya tau sekitarnya, baik yang berhubungan dengan gaya hidup, ekonomi, masalah sosial hingga politik.
Deny zein et all, 2019 Ada keengganan bagi generasi milenial untuk terlibat dan mengetahui dunia politik, banyak dari mereka yang berpendapat bahwa politik adalah sesuatu yang “menjijikan” sehingga tidak mau didalami.
Bagi mereka, politik adalah sesuatu yang “licik dan kotor”, sehingga politik dianggap sebagai hal yang tak perlu didalami dan hanya untuk konsumsi orang tua.
Padahal sebenarnya, dengan literasi dan pendidikan politik yang baik, mereka tidak hanya mengetahui bagaimana kondisi politik di Indonesia, namun bisa menjadi problem solver dan agen perubahan bagi Negara nya.
“Kesadaran poltik warga masyarakat menjadi fakor kunci dalam partisipasi politik masyarakat, tanpa kesadaran politik yang aktif sehingga terwujud kehidupan demokrasi yang baik di daerah pada khususnya dan Indonesia pada umumnya”. (Yanuar, 2017:55).
Morissan (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Tingkat Partisipasi Politik dan Sosial Generasi Muda Pengguna Media Sosial”, menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 73,2% responden memberikan suaranya pada Pemilu tahun 2014 dan sekitar 80% menunjukkan keinginan yang besar pada Pemilu kala itu.
Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik pada pemilih muda dan pemula adalah tinggi. Namun yang menjadi permasalahan kali ini adalah tingginya partisipasi politik tidak diimbangi dengan literasi atau pendidikan politik yang cukup mumpuni sehingga partisipasi politik bisa menjadi partisipasi politik yang semu.
Media sebagai sarana penyampaian pesan
politik dan sarana pendidikan politik menjadi hal yang sangat penting untuk ditelaah dan diamati. Tentu saja pendidikan politik akan menjadi lebih mudah dijalani dengan menggunakan media. Sebut saja televisi sebagai media massa konvensional dan media massa yang tergolong masif bagi masyarakat Indonesia, dijadikan medium bagi para komunikator politik yakni politisi untuk mewujudkan pendidikan politik yang sukses, khususnya bagi generasi milenial.
Debat Pilpres 2019 ditayangkan diberbagai media siar, khususnya televisi. Dengan disiarkannya debat Pilpres 2019 maka diharapkan pendidikan politik bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung pagi generasi milenial khususnya.
Debat Pilpres 2019 disiarkan secara langsung lewat televisi nasional, dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia baik secara teresterial maupun secara online/ streaming.
Pada tiap-tiap stasiun televisi, biasanya akan menjadikan debat Pilpres menjadi ajang untuk berdiskusi lewat program berita atau talkshow. Hal tersebut sebetulnya sudah sangat mempermudah ruang pada pendidikan politik, karena sarana dan medianya semakin banyak dan mudah untuk diakses.
Pada tiap-tiap jadwal debat yang sudah ditentukan, tema dalam debat pun telah ditentukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Tema yang ditentukan, sudah menjadi hal yang wajar dikaitankan dengan isu dan pekerjaan rumah yang harus dibenahi capres dan cawapres.
Debat pertama
capres-cawapres membahas tema Hukum, Ham, Korupsi, dan Terorisme pada 17 Januari 2019 bertempat di hotel Bidakara Jakarta. Debat ke-dua (capres) dengan tema Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam dan lingkungan Hidup, dan Infrastruktur, pada 17 Februari 2019 di Hotel Sultan Jakarta. Kemudian, 17 Maret 2019 debat ke-tiga (cawapres) tema yang dibahas yakni terkait Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan serta Sosial, dan kebudayaan. Dilanjutkan dengan debat ke-empat (capres) dengan tema Ideologi, pemerintah, Pertahanan, dan Keamanan serta Hubungan Internasional, pada 30 Maret 2019. Dan yang debat terakhir dilaksanakan pada 10 April 2019 melibatkan capres dan cawapres dengan tema yang diperdebatkan yaitu Ekonomi, dan Kesejahteraan Sosial, keuangan dan Investasi serta perdagangan dan Industri.
KPU juga telah menentukan jadwal bagi masing-masing grup televisi sebagai media siar debat Pilpres 2019. Stasiun TV yang berkesempatan menjadi penyelenggara pada debat pertama yakni TVRI, RRI, Kompas TV dan RTV. Debat ke-dua ditugaskan pada RCTI, GTV, MNC TV, dan iNews. Selanjutnya debat ke-tiga yakni Trans TV, Trans 7, dan CNN Indonesia TV. Debat ke-empat yakni Metro TV, SCTV dan Indosiar. Dan debat ke-lima akan disiarkan oleh TvOne, ANTV, BeritasatuTV, dan NetTV.
Pendidikan Politik Sebagai Wujud Partisipasi Politik
Manifestasi pendidikan politik sangat mempengaruhi individu atau kelompok untuk memiliki cara pandanngnya pada politik. Dalam situasi realistisnya, pemahaman akan realitas pendidikan politik cenderung dibatasi dalam pemahaman tunggal, yakni formal politik.
Misalnya politik yang hanya sebatas memahami soal kekuasaan, pemerintahan, kewarganegaraan, partai politik, konstitusi, dan pemilihan umum. Padahal memahami hanya sebatas itu saja tidaklah cukup, partisipasi politik dalam hal ini juga menjadi hal yang tak kalah penting bagi berbangsa dan bernegara, terlebih pemahaman ini harus dimiliki oleh generasi muda atau saat ini istilah yang populer dalam istilah masyarakat saat ini yakni generasi milenial.
Cara sederhana melakukan pendidikan politik yakni dengan melakukan komunikasi politik. Dengan komunikasi politik terjadi pertukaran ilmu dan informasi dari komunikator politik yang akan membawakan pesan sebagai ilmu politik kepada komunikan politik yakni generasi milenial dengan menggunakan medium yaitu televisi dengan hasil akhir feed back berupa pemahaman politik dan partisipasi politik. Dr. Umaimah Wahid dalam bukunya “Komunikasi Politik: Teori, Konsep, dan Aplikasi Pada Era Media Baru” (2016) menjelaskan bahwa komunikasi menghubungkan semua elemen sosial dan mampu mempengaruhi pikiran orang lain.
Untuk itu, mempelajari pola-pola komunikasi, penting sebagai bentuk pendidikan politik dalam bermasyarakat, yang pada akhirnya akan menimbulkan perilaku sebagai wujud dari partisipasi politik.
Herbert Mc Closky dalam Budiardjo (2008:368), partisipasi politik merupakan kegiatan suka rela dari masyarakat melalui ambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung dan tidak langsung. Kemudian Huntington dan Nelson dalam “No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries”, menyebutkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan masyarakat yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan politik oleh pemerintah.
Partisipasi dalam hal ini bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.
Generasi Milenial dan Pendidikan Politik
Generasi Milenial sebagai pemilih pemula/ pemilih milenial adalah aktor atau pelaku politik, dimana dalam kehidupan hariannya tentu memiliki tujuan hidup untuk bisa memperoleh masa depan dan penghidupan yang lebih baik, sehingga berpartisipasi dalam pemilihan umum dianggap penting untuk diikutsertakan tanpa ragu.
Oleh karena itu, pendidikan politik yang didapatnya menjadikan genersi milenials bukan hanya sekedar tahu siapa pasangan calon presiden dan wakil presidennya, namun sudah mengetahui juga bagaimana kredibilitas dan kapasitas masing-masing pasangan calon yakni Joko Widodo – Ma’aruf Amin pada no urut 01 dan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno pada no urut 02 untuk akhirnya dipilih.
Istilah milenial pertama kali dicetuskan oleh William Strauss dan Neil dalam bukunya yang berjudul Millennials Rising: The Next Great Generation (2000).
Mereka menciptakan istilah ini tahun 1987, yaitu pada saat anak-anak yang lahir pada tahun 1982 masuk pra-sekolah. Saat itu media mulai menyebut sebagai kelompok yang terhubung ke milenium baru di saat lulus SMA di tahun 2000.
Pendapat lain menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom (2008), generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001.
Jika didasarkan pada Generation Theory yang dicetuskan oleh Karl Mannheim pada tahun 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Generasi milenial juga disebut sebagai generasi Y. Istilah ini mulai dikenal dan dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993. (kemenppa.go.id 2018)
Pada tahun politik 2019, pemilih milenial memiliki hasrat untuk mencapai pendidikan politik yang mumpuni pada masing-masing paslon presiden dan wakil presiden.
Pendidikan politik bisa juga dilakukan pada generasi milenial dengan cara mencari tahu informasi politik sebanyak-banyak nya pada masing-masing paslon.
Generasi milenial sebenarnya tidak pernah lepas dari informasi, sebab kegiatan pendidikan politik sarat akan informasi. Pendidikan politik merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan dengan komunikasi. Salah satu yang paling mudah yakni dengan mengikuti kegiatan politik seperti debat pilpres yang ditayangkan di televisi secara live atau streaming, tatkala memantau bagaimana perkembangan politik yang terjadi saat ini.
Apalagi di era saat ini serba digital, informasi tentang apa saja termasuk perkembangan politik sangat mudah diakses. Mulai dari informasi yang informatif dan edukatif juga informasi berita bohong atau hoaks.
Generasi milenial sebagai generasi yang memiliki karakter dinamis dan kritis, baiknya tidak langsung mempercayai berita yang beredar begitu saja.
Generasi milenial sudah terbiasa dengan meakukan pengecekkan ulang, mencari tau sumber informasi dari mana, kapan diterbitkan dan lain sebagainya, sehingga tidak mudah termakan informasi berita bohong atau hoaks.
Generasi milenial sebagai pemilih pemula merupakan generasi terpelajar yang sudah terbiasa menggunakan logika pada informasi politik yang didapatkannya. Untuk itulah, generasi milenial sebagai generasi yang dominan perlu untuk meningkatkan literasi politik dan pendidikan politik, guna memperoleh informasi yang up to date dan valid sehingga tidak asal dalam bertindak dan mengemukakan opininya.
Sehingga bisa mempengaruhi dan memberikan pendidikan politik pada sekelilingnya dengan informasi yang sudah terbukti kebenarannya.
Pendidikan politik yang didapatkan generasi milenial bukan semata-mata terbatas pada pendidikan formal seperti di sekolah atau di kampus, pendidikan politik dan literasi politik bisa saja didapatnya dari forum diskusi, seminar, sosialisasi partai politik, media massa dan media online dan masih banyak lagi.
Namun bukanlah hal yang mudah untuk meningkatkan kesadaran politik bagi generasi milenial. Dibutuhkan usaha ekstra untuk mewujudkan pendidikan potikik yang sukses dan ideal.
Debat Pilpres 2019 di Televisi Sebagai Medium Pendidikan Politik Generasi Milenial, Debat Pilpres 2019 merupakan acara yang dibuat oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) guna mempertontonkan para kandidat calon presiden dan calon wakil presiden dalam mengemukakan pendapatnya soal isu-isu Indonesia yang akan dijadikan sebagai agenda PR (Pekerjaan Rumah).
Acara yang berlangsung selama lima kali debat ini tentunya dihadiri oleh capres dan cawapres no urut 01 dan 02 yakni Joko Widodo – Ma’aruf juga Prabowo – Sandi.
Dalam debat tersebut para capres dan cawapres dipandu oleh moderator dan panelis yang kredibel sesuai dengan tema yang dibawakan pada hari itu. Seluruh mata tertuju pada acara yang disiarkan secara langsung pada beberapa stasiun TV.
Dalam acara tersebut capres dan cawapres diperbolehkan untuk membawa pendukung.
Debat Pilpres yang disiarkan langsung dari televisi dinilai masih menjadi salah satu rujukan masyarakat dalam memilih calon pemimpin mereka.
Televisi dianggap sebagai media siar yang tepat karena media televisi bersifat audio dan visual. Televisi juga merupakan media massa konvensional yang bersifat masif. Namun banyak pengamat menilai debat pilpres yang disiarkan di televisi pada dasarnya banyak menunjukkan pertarungan, disbanding substansi.
Debat pertama berlangsung pada 17 Januari 2019 pukul 19.00 WIB di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan. Tema debat pertama seputar hukum, HAM, anti-korupsi, dan terorisme. Debat ditayangkan langsung dan live streaming Kompas TV, TVRI, RRI, dan RTV. Debat diikuti pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Debat kedua berlangsung pada 17 Februari 2019 di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta.
Tema debat kedua tentang Energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Debat ditayangkan langsung dan live streaming dari RCTI, GTV, MNC TV, dan INews TV.
Debat ketiga berlangsung pada 17 Maret 2019 di Hotel Sultan, Jakarta. Tema debat yakni pendidikan kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan budaya. Debat diikuti calon wakil presiden. Debat ditayangkan Trans TV, Trans 7, dan CNN Indonesia. Debat keempat berlangsung 30 Maret 2019 di Balai Sudirman, Tebet. Tema debat yakni ideologi, pemerintahan keamanan, serta hubungan internasional. Peserta debat calon presiden. Debat ditayangkan Metro TV, SCTV, dan Indosiar. Debat kelima berlokasi di Hotel Bidakara dan waktunya belum ditentukan.
Tema debat tentang ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta industri. Debat ditayangkan tvOne, ANTV, Berita Satu TV, dan NET TV (https://news.detik.com/berita/d-4388055/8-fakta-seputar-debat-pilpres-2019) diakses pada 7/11/2019, 22.21 WIB.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Nielsen TAM bahwa acara debat Pilpres membuat tingkat kesadaran masyarakat terhadap politik di Indonesia meningkat, ini terbukti dengan naiknya persentase penonton debat Pilpres 2019 yang ditayangkan di televisi dibandingkan dengan debat Pilpres 2014.
Sesuai dengan keputusan KPU Jumlah stasiun TV yang menyiarkannya pun lebih yakni sebanyak 18 stasiun TV, sementara tahun 2014 hanya ditayangkan 13 stasiun.
Table 1 TV Rating untuk Debat Pilpres
Tahun
Debat 1 (%)
Debat 2 (%)
Debat 3 (%)
2019
15.5
18.8
11.3
2014
8.4
9.5
8.6
Sumber: (https://www.nielsen.com/id/news-center/2019/program-debat-pilpres-2019-raih-lebih-banyak-pemirsa-televisi/ diakses pada 7/11/2019 22.36)
Tingginya rating dan share debat Pilpres 2019 tahun ini menunjukkan tingginya antusiasme pemilih untuk mengenal lebih jauh para kandidat dengan baik.
Hal ini tentu saja berdampak baik pada hal pendidikan politik masyarakat yang semakin tinggi tingkat kesadarannya untuk mengetahui dan mendalami isu-isu yang terjadi pada Indonesia.
Pendidikan politik perlu dimiliki oleh setiap lapisan masyarakat baik yang tinggal di kota maupun di desa, berpendidikan tinggi atau rendah, berstatus ekonomi apapun hendaknya menyadari bahwa pendidikan politik penting untuk disimak, dengan harapan terjadinya keikutsertaan dan partisipasi dalam mensukseskan pemilu. Agar pula pemilu bisa berjalan aman dan damai.
Debat pilpres 2019 juga dijadikan sebagai ajang kampanye bagi calon prsiden dan calon wakil presiden. Ini menjadi benefit bagi para paslon untuk mendapatkan panggung agar bisa unjuk kebolehan dalam meyakinkan para penonton untuk akhirnya bisa memilih dirinya menjadi pemenang.
Tentunya penayangan Debat Pilpres 2019 di televisi dangat diharapkan bisa menjadi salah satu media pendidikan politik yang paling mudah diterima generasi milenial.
Pendidikan politik dengan medium televisi dari debat Pilpres 2019 ditujukan pula oleh penyelenggara sebagai komunikator politik demi meningkatnya partisipasi generasi milenial.
Dari survei yang dilakukan oleh lembaga survei CPCS (Center for Political Communications Studies) menemukan Topik paling menarik yakni isu korupsi dan lapangan pekerjaan, dimana topik ini menjadi hal yang sangat asyik untuk dikritisi milenial karena menyangkut dirinya.
Rata-rata milenial yang masih menempuh dunia pendidikan, baru akan masuk dunia bekerja dan sudah bekerja, lapangan kerja merupakan harapan dan pengalaman milenial. Alih-alih focus pada satu pekerjaan, ternyata milenial menginginkan fleksibilitas dan condong pada sector ekonomi kreatif sebagai lahan pekerjaan.
Naiknya jumlah partisipan pemilu tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dipengaruhi juga oleh perilaku informasi generasi milenial.
Pada umumnya didasari oleh beberapa aspek pendukung yakni aspek psikologi, lingkungan dan jejaring sosial. Aspek ini juga berpengaruhi kepada tingkat mempengaruhi dari milenial satu kepada milenial lainnya. Aspek psikologi menurut Freud dalam (Sumadi,2018) muncul dari individu untuk bisa berhubungan dan berinteraksi dengan dunia luar secara nyata.
Aspek ini muncul lantaran mereka menggunakan media untuk mencari dan memanfaatkan informasi.
Banyak fakta mengatakan aspek psikologi merupakan aspek dominan yang mendorong perilaku informasi generasi milenial.
Pemanfaatan media televisi sebagai sumber informasi generasi milenial dilakukan bukan hanya untuk mendapatkan informasi dan edukasi tapi disebarkan dan dinformasikan kembali kepada sesama dan sekitar oleh milenial sebagai media pendidikan politik.
Milenial sebagai generasi yang kritis dan dinamis diharapkan akan terus berpartisipasi dalam memajukan masa depan berbangsa dan bernegara, dan terus mendukung demokrasi politik Indonesia dengan cara yang positif.
Penulis: Rezki Pratami (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta)