Pelitabanten.com – Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dalam mengembangkan pemikirannya. Pendidikan juga menjadi salah satu komponen penting bagi kemajuan suatu negara, salah satunya adalah Indonesia. Namun, pendidikan di Indonesia belum merata sepenuhnya ke seluruh pelosok negeri. Hal ini menjadikan kesadaran terhadap pentingnya mengenyam pendidikan sangat minim. Ditambah adanya doktrin yang salah serta kendala yang tidak sedikit membuat banyak anak-anak bangsa terpaksa memupus harapannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kebanyakan dari para penerus bangsa di pelosok negeri kurang memahami betapa pentingnya belajar. Mereka terdoktrin dengan pemikiran orang yang mengatakan bahwa “berpendidikan atau tidaknya seseorang tidak menjamin kesuksesan di masa depannya” dan lagi “untuk apa mengejar sampai ke perguruan tinggi jika berakhir dengan pekerjaan rendah atau tidak sesuai jurusannya”, sungguh lidah itu lebih tajam di bandingkan sebilah pedang. Asumsi yang salah jika tertelan mentah-mentah akan mengakibatkan masalah. Begitulah salah pemahaman yang tersampaikan ke dalam benak para penerus bangsa di pelosok negeri.
Banyak pelajar yang belum memahami secara benar tujuannya belajar di sekolah. Di antara mereka ada yang hanya menginginkan selembar kertas bertuliskan “LULUS” yakni ijazah untuk bekerja di perantauan setelah menyelesaikan masa belajarnya. Padahal dalam kenyataannya pekerjaan tidak di dapat hanya dengan bermodalkan selembar kertas tanpa adanya softskill yang memadai. Atau bahkan yang lebih parahnya lagi mereka mengeluarkan berjuta-juta uang hanya untuk menjadi seorang pekerja di bawah tekanan sang bos. Memang miris mendengar hal tersebut, dimana mereka adalah penerus bangsa yang diharapkan untuk masa depan, namun bekal yang seharusnya di peroleh tidak terwujud karena teralihkan oleh janji kemewahan yang ditawarkan dengan bekerja.
Di kutip dari jurnal IAIN kediri tentang Penilaian PISA (the programme for international student assermont) terhadap pendidikan di Indonesia dengan melihat jejak hasil PISA di Indonesia sejak pertama kali dilakukan yaitu pada tahun 2000 hingga tahun 2018 atau selama delapan belas tahun keikutsertaan Indonesia dalam PISA. Hasil dari penilaian PISA terhadap Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2018. Berdasarkan tabel hasil PISA terlihat bahwa peringkat Indonesia dalam penilaian PISA selalu berada di posisi bawah, dan hasil ini konstan sejak pertama di lakukan PISA yaitu tahun 2000 hingga saat ini penilaian PISA tahun 2018 Laporan PISA tahun 2018 diambil dari penilaian 600.000 anak berusia 15 tahun di 79 negara partisipan PISA baik yang berpenghasilan tinggi maupun menengah, dengan membandingkan kemampuan membaca, matematika dan kinerja sains dari setiap siswa di semua Negara yang menjadi objek dari PISA.
Selain adanya doktrin dalam masyarakat, terdapat pula kendala yang membuat para penerus bangsa sulit dalam menggapai pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi semisal perkuliahan. Salah satu kendala yang dominan di Indonesia adalah ekonomi keluarga. Hal demikian membuat kebanyakan dari mereka berpikiran buntu dan ditambah tidak adanya wawasan informasi tentang beasiswa membuat jiwa pesimis mendominasi. Namun, terkadang kendala bukan hanya dari faktor internal keluarga saja, akan tetapi dari faktor eksternal pun juga ada seperti Kurangnya informasi dari pihak sekolah tentang dunia perkuliahan yang menjadikan sangat sulit bagi pelajar untuk membuka mata akan pentingnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi untuk menunjang masa depan yang lebih baik. Pelajar akan buta dan cenderung menutup diri ketika mereka merasa dunia pendidikannya gelap dan menyerah tanpa adanya perlawanan atau bahkan sekedar mencobanya mereka sangat ketakutan.
Lingkungan sangat mempengaruhi individu di sekitarnya. Dimana kita bergaul di situlah karakter kita terbentuk, ketika pergaulan pelajar yang cenderung menuju ke arah hal yang negatif layaknya fashion dan west cultur membuat mereka berambisi mengikutinya. Di sisi lain mereka lupa akan kewajibannya mengikuti trend ilmu yang juga berkembang. Mindsett seperti ini kurang tepat dalam menghadapi perkembangan zaman. Pada akhirnya tidak akan ada kemajuan tanpa generation of change. Bagai fatamorgana yang menipu setiap mata. Khayalan yang tak pernah terwujud tanpa adanya tindakan.
Sosialisasi pendidikan dari kepada generasi muda sangat perlu di sampaikan hingga pelosok negeri agar dapat merubah pemahaman dan cara pandang masyarakat. Faktor kurangnya pengetahuan dan pengalaman membuat mereka mudah menerima argumen orang lain tanpa menyaringnya terlebih dahulu, maka dari itu sebagai langkah nyata merubah masa depan dengan pemikiran yang cemerlang. Tindak lanjut sosialisasi kepada pelajar di pelosok negeri perlu ditingkatkan yaitu dengan mengadakan kegiatan yang mendukung perkembangan pemikiran remaja seperti mengadakan kunjungan acara, kajian serta pelatihan kepada mereka agar menjadi suatu hal yang berdampak terhadap perubahan mindset dan karakternya.
Kesadaran dari berbagai pihak mengenai pentingnya pendidikan merupakan hal yang akan memberikan dampak positif. Baik dari pemerintah, masyarakat, guru dan orang tua harus berperan sangat aktif dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Keluarga yang notabene sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama dalam hal ini orang tua sebagai pendidik amat berperan memberikan arahan dalam semua bidang khususnya pendidikan sebagaimana yang diungkapkan oleh Made (2007) “Mobilisasi keterlibatan orang tua atau masyarakat dalam pengambilan keputusan dan kebijakan tentang pendidikan sesuai dengan harapan mereka, sehingga partisipisi masyarakat terhadap pendidikan sangat tinggi”. Hal ini menerangkan bahwa semua aspek harus berkesinambungan dalam mendukung majunya pendidikan.
Penulis: Septiani (Mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Sains UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)