Pelitabanten.com – Membaca artikel di kompasiana.com tentang sosok nabi Muhammad di gedung pengadilan banding Manhattan Amerika Serikat yang dijadikan salah satu simbol keadilan hukum, dan manusia yang mempunyai pengaruh besar terhadap keadilan bagi suluruh manusia, saya merasa ada ‘sesuatu’ yang memang seharusnya sosok nabi Muhammad tidak disimbolkan secara fisik. Di depan gedung tersebut semula berdiri sembilan patung yang di anggap sebagai tokoh tokoh yang mempunyai peran penting terhadap keadilan, namun sekarang berdiri hanya delapan saja.
setelah hampir berdiri tegak selama kurun waktu 50 tahun akhirnya pada tahun 1955 akhirnya patung nabi Muhammad dicabut atas permintaan umat muslim yang merasa keberatan nabi Muhammad disimbolkan dalam bentuk patung, apapun alasannya, walaupun alasannya adalah nabi Muhammad di anggap sebagai manusia yang mempunyai jasa terbesar dalam penegakan keadilan bagi umat manusia dan dijadikan simbol keadilan sebagai bentuk penghormatan oleh badan hukum Amerika. Hingga kini masih terlihat satu tempat yang kosong di jajaran patung patung yang lainnya.
Dalam sebuah hadis yang di riwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari “ jangan kalian menyanjungku berlebihan, sebagaimana orang nasrani menyanjung putra maryam, karena aku hanyalah hambaNya dan salah satu utusanNya”. Berdasarkan hadis inilah sebenarnya kenapa wajah Nabi Muhammad tidak pernah di lukiskan dan di simbolkan dengan apapun.
Siapapun bagi umat islam sepakat kalau nabi Muhammad tidak bisa bisa kita gambarkan dalam bentuk visual, karena pada dasarnya Nabi Muhammad adalah energi positif, energi itu hidup berada di didalam hati dan fikiran orang-orang yang merindukan berjumpa dengan Nabi Muhammad. Manusia manusia ini bertebaran di permukan bumi Allah ini. Sering sekali kita menjumpai orang yang sangat menyayangi anak yatim, padahal pemerintah sendiri sibuk dengan urusan politik dan kekuasaan. Orang yang menegakan keadilan dan membela orang orang yang benar, disaat penegak hukum sibuk dengan suap menyuap demi sebuah jabatan. itulah energi nabi Muhammad yang bersama orang orang tersebut.
Bayangkan jika nabi Muhammad dijadikan simbol di gedung Mahkamah Konstitusi di negara kita ini, dimana ketua Mahkamah Konstitusi nya sendiri melakukan apa yang di benci oleh nabi Muhammad, tidak menegakan kebeneran, menerima uang suap atau riba, tidak jujur terhadap kepemimpinannya yang di emban sebagai amanah dari rakyat, entahlah dengan bahasa apalagi kita harus menyebut badan keadilan tertinggi ini.
Jadi saya berani mengatakan nabi Muhammad tidak berada di gedung pengadilan, tidak berada di pemerintahan, tidak berada di masjid, tidak berada di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, tidak berada di Mekkah, atau berada dimanapun. nabi Muhammad selalu berada di hati dan fikiran orang orang yang selalu perduli dengan orang orang yang sangat membutuhkan pertolangan, beliau selalu bersama orang orang yang memperjuangkan hak hak wong cilik yang selalu di tindas oleh ketidak adilan. Karena bagaimanapun sejarah mencacat keagungan beliau karena selalu mendahulukan orang lain dibandingkan dirinya sendiri.
Mungkin kita sering mendengar dari para penceramah, setiap malam nabi Muhammad selalu bangun malam untuk mendirikan shalat dan bermunajat kepada Allah, sering sekali beliau menangis dan memohon ampunan kepada Allah. Sayangnya pemahaman ini kemudian dijadikan ‘perumpaan’ nabi sendiri masih sering shalat malam dan memohon ampun, sedangkan kita sendiri jarang sekali bangun malam untuk mendirikan shalat dan menangis memohon ampunan kepada Allah sebagaimana yang sering dilakukan nabi Muhammad. Pemahan saya rasanya tidak mungkin seorang nabi Muhammad memikirkan diri sendiri, ingin masuk surga sendiri. Padahal setiap malam beliau bersujud berlama lamaan, memohon ampun sampai airmatanya berderai, tujuannya hanyalah satu. Memohon kepada Allah ampunan atas dosa dosa yang di perbuat umatnya, atas dosa kita kita sebagai umatnya beliau, kehawatiran beliau memikirkan nasib umatnya di hari pembalasan nanti, bahkan menjelang kematiannya pun yang terucap dari mulut beliau adalah “Ummati…. ummatiiii” . tidak egois kan?
Jadi saya pikir jelas alasan utama kenapa nabi Muhammad tidak bisa disimbolkan dengan apapun, karena beliau adalah kebaikan dan keagungan itu sendiri, seorang hakim yang jujur dan menegakan keadilan dialah nur Muhammad, para pemuda yang selalu memakmurkan masjid siang malam mereka itulah pejuang Muhammad, pedagang kecil yang keliling mencari rizki Allah dengan halal merekalah kekasih Muhammad, seorang pemimpin yang memikirkan nasib rakyatnya, dan bertindak sesuai kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau partai politiknya mereka itulah pedang nabi Muhammad. Tidak bisa melukiskan simbol nabi Muhammad walaupun berjuta juta jilid buku untuk menjelaskan bahwa Nabi Muhammad melibihi dari simbol apapun, apalagi sekedar patung.
Berbagai macam cara mengungkapkan kerinduan terhadap Nabi Muhammad ini, dari mulai acara maulid nabi yang didalamnya di bacakan dzikir mulud, menceritakan bagaimana beliau dimasa hidupnya, berkat yang dihias dengan berbagai bentuk adalah wujud kerinduan kepada Nabi Muhammad ini. Ibu ibu merias berkat yang akan di bawa ke masjid dengan bershalawat, anak anak kecil yang merasa senang ketika mendapatkan berkat yang dihiasi seperti mainan, orang orang tua yang berkumpul sambil melantun dzikir mulud dengan wajah yang bersemangat. Karena mereka sadar bahwa yang telah menggiring kita susah payah dari dzuluma<ti ila< nu<r adalah nabi Muhammad ini orangnya. Hanya sebatas itu yang mampu kita lakukan untuk mengenang jasa jasa beliau, semoga beliau maklum dengan keterbatasan kami
Dengan sedikit memberanikan diri berandai andai, jika para perindu nabi Muhammad ini berkata “ biarlah nabi Muhammad hidup dihati, fikiran dan lelaku kami, jangan Kau keluarkan nabi Muhammad dari kami dengan membentuknya sebagai simbol apapun, biarkan nabi Muhammad menetap di hati kami, agar setiap saat kami bisa menyapa nabi Muhammad, agar kami tidak merasa kesepian karena kami merasa nabi Muhammad tetap berada disekitar kami, silahkan kau mengambil apapun yang engkau mau, silahkan kau rampok negara ini dengan cara apapun, silahkan kau cabik cabik keadilan itu dari kami, tapi tolong… jangan ambil nabi Muhammad kami, karena itu satu satunya penghibur kami dari ketidak adlian ini”
Semoga saja di dalam hati dan fikiran sedulur saya, para pemimpin, para aparatur negara, masih ada ruang untuk “Muhammad”, dimana “Muhammad” ini akan bertransformasi menjadi lelaku yang bermanfaat untuk sekelilingnya, bertindak bukan berdasarkan nafsu untuk mencuri dan menyakiti sesamanya, menjaga martabat siapapun yang berada disampingnya, menjadikan “Muhammad” sebagai energi bukan simbol yang hanya terdiam di pojok pojok rak buku atau gedung gedung pengadilan, atau penghias dinding perkantoran negara dengan kaligrafi lafadz Muhammad yang berdampingan dengan lafadz Allah dibelakang meja kerjanya.
Semoga saja nur Muhammad menyinari negara indonesia ini, berharap Indonesia menjadi ‘raya’ setelah berpuluh puluh tahun mengalami ramadhan dan puasa yang berkepanjangan. Tidak ditemukan lagi orang yang kelaparan, karena ada pembagian zakat,, infak dan sodaqoh, tidak lagi di jumpai orang orang yang merasa sepi, karena setiap orang bersalaman di hari raya dan saling menyapa, tidak adalagi permusuhan antara perorangan atau kelompok karena pada hari raya adalah hari saling memaafkan, tidak lagi kita melihat anak anak kecil kehilangan kegembiraan karena pada hari raya nanti anak anak bersuka cita karena menggunakan baju baru.
Baju baru yang di pakai anak anak adalah ‘amsal’ dzuluma<ti ila nu<r, dimana seharusnya semuanya harus di perbarui menuju yang lebih baik, menata kembali hati dan fikiran yang sudah lama bercerai berai untuk mempersatukan visi dan misi demi mewujudkan baldatun thoyibatun. mungkin harapan itu sangat mustahil terwujud, saya pikir berharap seperti itu juga rasanya wajar wajar saja, dan tidak melanggar UUD dan Hukum yang berlaku di negara ini.
Ah rasanya saya terlalu ngelantur, sebagai wong cilik dan bukan siapa siapa bicara soal negara, berharap lambang garuda dan lima pancasila serta bhineka tunggal ika bukan hanya sekedar simbol lagi, tapi bertransformasi menjadi energi bagi para pemimpin dan para eliter negara, berharap garuda tetap menjadi garuda bukan malah menjadi emprit. harapan wong cilik memang muluk seperti seekor kambing berharap bisa terbang seperti burung.
Narasumber : Ubaidillah