Pemerintah Kabupaten Tangerang mengklaim mendukung penuh terhadap rencana strategis nasional yang berada di wilayahnya khususnya Tangerang Utara. Di antaranya adalah rencana pengembangan Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan sejumlah ruas jalan tol.
Menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Tangerang Moh Maesyal Rasyid rencana strategis nasional yakni pengembangan Bandara Soekarno-Hatta 2 di Kabupaten Tangerang, jalan Tol Pantai Utara Tangerang, dan jalan Tol Serpong-Balaraja — seperti di lansir dari Kompas 11 Juli 2018.
Diperkirakan perluasan dan pembangunan tersebut memiliki dampak luas bagi masyarakat Kabupaten Tangerang. Perluasan Bandara misalnya, pemerintah daerah mengklaim andil dalam membantu menyediakan lahan bagi domisili baru warga. Dalam perluasan Bandara dan tol, pemerintah daerah memperhatikan kepentingan masyarakat.
Pemerintah daerah juga menganggap perlu perluasan kawasan industri, niaga, hotel, jasa kargo infrastruktur dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan penduduk agar terciptanya lapangan pekerjaan baru.
Statement Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten menyatakan laju penyusutan luas baku lahan pertanian di Banten dalam lima tahun terakhir mencapai 0,14% per tahun, atau menghilang sekitar 273 hektare tiap tahun.
Nandang Efendi, Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Provinsi Banten mengatakan berdasarkan data terbaru pada 2016, luas baku lahan sawah yang tersebar di empat kabupatan dan empat kota di Banten tersisa 194.716 ha. Adapun rincian sisa sawah di empat kabupaten, tuturnya, adalah Pandeglang tersisa 54.080 ha, Lebak 45.843 ha, Kabupaten Tangerang 38.644 ha dan Serang 45.024 ha. Sementara luas baku lahan sawah di kawasan perkotaan seperti Kota Tangerang tersisa 690 ha, Cilegon 1.746 ha, Serang 8.476 ha dan Tangerang Selatan hanya tersisa 213 ha.
Faktualnya keberpihakan Bupati Tangerang dari tahun 1998 hingga 2018 dari Era Agus Djunara, Ismet Iskandar hingga Zaki Iskandar nampaknya kontras tidak berimplikasi lurus terhadap proteksi dan ketahanan pangan Kabupaten Tangerang.
Ternyata ada fakta dari kajian yang dilakukan Direktorat Penelitan dan Pengembangan (Litbang) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2017, ada sekitar 60 ribu hektar sawah telah beralih fungsi setiap tahunnya di berbagai daerah di Indonesia.
Jumlah tersebut setara dengan 300 ribu ton beras. Jumlah ini memprihatinkan dan harus menjadi perhatian kita semua. Padahal pemerintah sedang gencar-gencarnya mendorong upaya swasembada beras pada pangan, namun lahan untuk pertanian menyusut di berbagai daerah.
Seharusnya Undang-Undang Nomor 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dapat mengakomodasi permasalahan ini. Namun UU tersebut tidak terasa gaungnya dan tidak terlihat sejajar dengan target peningkatan produksi.
Dalam pasal 73 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menyebutkan, setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak sesuai dengan ketentuan pidana dengan sanksi penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar – (Rmol, 14 Maret 2014).
Pemerintah Propinsi Banten sebenarnya telah terang benderang melalui Perda Nomor 5/2017 telah menerbitkan Peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah yang mencangkup konsideran proteksi ketahanan pangan Kabupaten Tangerang.
Selanjutnya harus ada Peraturan Daerah sebagai instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian tanaman pangan agar kekuatannya lebih mengikat.
Payung hukum dalam mengelola tata ruang adalah Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang RT RW 2011-20131, Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Perda Provinsi Banten nomor 2 tahun 2011. Di atas lagi adalah Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.
Lalu sosialisasi pada masyarakat menjadi agenda penting dan hukumnya wajib, agar masyarakat tidak mengubah lahan pertaniannya menjadi lahan terbangun dan masyarakat tidak merasa tercurangi karena tidak tahu peraturan tersebut.
Untuk kasus ini mustahil masyarakat dengan mudah menaatinya, maka perlu penerapan mekanisme disinsentif dan sanksi administratif sebagai bentuk instrumen pengendalian perubahan pemanfaatan lahan pertanian.
Kepala daerah diingatkan untuk hati-hati mengeluarkan keputusan soal alih fungsi lahan. Sebab, jika itu dilakukan sembarangan untuk kepentingan lain bakal terancam hukuman pidana dan denda. Undang-undangnya mengatakan seperti itu, karenanya gubernur, bupati dan walikota tidak boleh sembarangan melakukan alih fungsi areal yang sudah ditetapkan sebagai lahan persawahan berkelanjutan.
Setiap tahun luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang semakin menyusut. Hal itu seiring tidak adanya pengendalian alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan produktif menjadi bangunan perusahaan, kawasan pemukiman atau bangunan lainnya, harus dikendalikan. Pasalnya sejak beberapa tahun terakhir ini, penyusutan lahan produktif di Kabupaten Tangerang terus terjadi dan pasca 2013 hingga kini sangat massif. Ini terlihat dari pola ruang draft revisi RTRW 2017 yang banyak menggerus ribuan kawasan hijau serta konservasi menjadi zona perumahan dan industri serta pergudangan.
Laju alih fungsi lahan ini bukan hanya terjadi pada lahan pertanian kebun atau sawah saja, tetapi sudah merambah ke kawasan konservasi air dan hutan lindung. Banyak hutan rakyat yang tadinya lestari menjadi gersang. Dari kejadian itu tidak heran jika hujan tiba airnya tidak terserap oleh lahan, dan jika musim kemarau tiba terjadi kekeringan karena sama sekali tidak dapat menyerap air hujan. Maka siklus bencana ekologis dan murka Tuhan yang terjadi!
Negara sebenarnya sudah adil, ternyata masalah pengendalian alih fungsi lahan, sudah diatur dalam UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, PP No 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan. Penyediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan harus diganti paling sedikit tiga kali luas lahan yang dialihfungsikan lahan beririgasi, sebagaimana dalam UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Pada kenyataanya di Kabupaten Tangerang masih banyak perusahaan yang pembangunannya memakai lahan produktif belum melaksanakan penggantian.
Sementara masalah perizinan, Pemkab hanya serimonial mewajibkan si pemohon untuk membuat pernyataan penggantian lahan tersebut. Sampai saat ini yang kami lihat belum melihat secara faktual dan objektif tentang transparansi pengembang dan perusahaan di Kabupaten Tangerang yang sudah mengganti lahan yang dialih fungsikan.
Sedangkan sudah jelas bila ada pelanggaran mengenai alih fungsi lahan produktif diatur sangsi pidananya dalam UU No 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Konversi juga bisa dilakukan selama ada rekomendasi yang dikeluarkan oleh kajian komprehensif dari dinas teknis yaitu Dinas Pertanian serta Dinas Perikanan Kelautan. Sebab dalam rekomendasi teknis tersebut, salah satu syaratnya adalah surat kesiapan menyediakan lahan pengganti terhadap lahan yang dikonversi tersebut.
Secara jelas tertuang, pasal 44, UU 41 tahun 2009 mengamanatkan, bahwa alih fungsi itu boleh dengan syarat adanya kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi lahan, adanya pembebasan kepada pemilik lahan, tersedianya lahan pengganti. Sementara banyak alih fungsi lahan pertanian yang tidak boleh dialihfungsikan, sebagaimana amanat Keputusan Presiden Nomor 33 tahun 1990, bahwa pemberian ijin lokasi dan ijin pembebasan tanah bagi setiap perusahaan, dilakukan dengan ketentuan tidak mengurangi areal tanah pertanian.
Jika argumennya adalah karena belum ditetapkannya Perda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, maka gunakan peraturan yang ada di atasnya, mulai dari UU sampai Permen. Jangan sampai, karena Perda belum selesai lantas berbuat semaunya saja.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Kabupaten Tangerang. Jika over alih fungsi lahan ini terus dibiarkan tanpa ada tindakan tegas dari pemerintah, maka krisis pangan pun akan terjadi. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan, namun setiap tahun untuk luas lahan pertanaian selalu mengalami ‘pemaksaan’ alih fungsi lahan.
Namun sayang, kesuburan yang dimiliki tanah ini tidak diiringi dengan kesuburan semangat memelihara, memanfaatkan dan mengembangkannya. Padahal pertanian merupakan salah satu kebutuhan utama manusia.
Ketika manusia masih ingin hidup, maka mereka membutuhkan oksigen dan makanan. Makanan yang dikonsumsi manusia sehari-hari merupakan bahan organik yang hanya dapat diproduksi oleh kegiatan pertanian. Apa jadinya jika pertanian ini tidak lagi menjadi prioritas pembangunan?
Dampak Konversi Lahan Pertanian
Kita berharap sebagai rakyat biasa kepada pemangku kebijakan khususnya yang terhormat Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan wakil rakyat kita di DPRD untuk membuktikan keberpihakan yang nyata untuk kesejahteraan masyarakat dengan menjadi pemimpin yang amanah dan bijaksana, keberpihakan terhadap nasib petani, nelayan, penggarap dan ribuan warga miskin bisa di kedepankan dengan proteksi perlindungan nasib mereka yaitu taati komitmen konservasi pertanian dan pesisir secara konsisten sesuai koridor regulasi. Di situlah negara hadir bersama rayat yang mendambakan intervensi yang berkeadilan di tengah rakyat dari himpitan koorporasi kaum kapitalis yang menggurita. Sehingga percepatan program rencana strategis nasional bisa tercapai serta hak-hak petani nelayan pun terakomodir sejahtera berkemanusiaan adil dan beradab
Implikasi alih fungsi lahan pertanian pada umumnya berdampak sangat besar pada bidang sosial dan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat salah satunya dari berubahnya fungsi lahan. Konversi lahan juga berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan sektor pertanian petani pelaku konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non pertanian. Konversi lahan berimplikasi atau berdampak pada perubahan struktur agraria.
Semoga saran pendapat yang dibuat ini dapat bermanfaat bagi kita semua demi kedaulatan dan ketahanan pangan serta perlindungan lahan pertanian berkelanjutan yang lebih ekologis dan kapabel serta kita berdoa dan berharap segera terbit peraturan sehat buat warga kita ke depan generasi sekarang dan penerus yang selanjutnya yang identik dengan generasi gemilang dan adil makmur bukan hanya lip service.***
Oleh: Budi Usman
Penulis adalah Direktur Eksekutif Komunike Tangerang Utara dan Penggiat Aktivis Tangerang Utara