Beranda Pendidikan

Dewan Pendidikan Banten: Harus Dicari Solusi Paling Tepat Cegah Tawuran Pelajar

Dewan Pendidikan Banten: Harus Dicari Solusi Paling Tepat Cegah Tawuran Pelajar

KOTA TANGERANG, PelitaBanten.com – Dunia pendidikan di Tangerang kembali ternoda oleh ulah sekelompok pelajar yang melakukan tawuran sehingga menimbulkan korban.

Teddy Hermawan (17 th) pelajar kelas 3 SMKN 4 Kota Tangerang menjadi korban tawuran antara SMKN 4 Veteran dengan PGRI 2 Cikokol di Jl Benteng Betawi, depan makam Goclow Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Tangerang. Bagian tubuh belakang Teddy sobek terkena bacokan senjata tajam, Selasa 13 Agustus 2018 sekitar 09.00 WIB.

Dewan Pendidikan (DP) Provinsi Banten melalui Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan, Hj Eny Suhaeni sangat menyesalkan dan prihatin atas kondisi tawuran pelajar yang kini marak kembali.

“Ini harus segera diantisipasi dan dicari solusi-solusi paling tepat,” jelas Eny Suhaeni kepada PelitaBanten.com, Rabu pagi 15 Agustus 2018.

Dijelaskan Eny Suhaeni, soal tawuran pelajar sebenarnya tdak hanya terjadi akhir-akhir ini, namun sudah terjadi sejak lama. Beberapa sekolah saling menyerang, hanya intensitasnya yang kadang reda kadang marak lagi.

Dalam analisanya, kemungkinan penyebab terjadi tawuran pelajar, adanya ruang-ruang peserta didik untuk berkumpul terkonsentrasi di satu tempat.

“Adanya prasangka masing-masing pelajar antara sekolah satu sama yang lain yang belum terselesaikan secara kelembagaan dan belum tersosialisasikan kepada peserta didik secara jelas supaya clear dan sebagai antisipasi agar tak terulang lagi sejarah tawuran di antara mereka. Ini bisa dilakukan lewat MOS,” jelas Eny yang juga dikenal sebagai pemerhati pendidikan.

Upaya untuk meredam tawuran pelajar, jelas ini dapat dilakukan oleh para tokoh civitas akademik terutama pihak-pihak yang bertikai duduk bersama melakukan pemetaan dan sekaligus rekonsiliasi.

Eny menyarankan lembaga sekolah harus secara intensif memberikan kegiatan-kegiatan ektra posiitif yang membuat peserta didik tidak memiliki waktu untuk nonkrong atau berkerumun di satu tempat di luar jam sekolah.

“Harus ada tanggung jawab pengawasan terhadap para pelajar secara bersama-sama antara orang tua, sekolah dan seluruh civitas, masyarakat serta elemen lain,” ungkapnya.***

Angri