Beranda Pendidikan

Skeptisisme: Membangun Pemikiran Kritis dalam Era Informasi Digital

Enggar Prasetyawan, S.Pd., M.Pd.., Dosen di Universitas Pamulang/ Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika – Universitas Pendidikan Indonesia.
Enggar Prasetyawan, S.Pd., M.Pd.., Dosen di Universitas Pamulang/ Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika – Universitas Pendidikan Indonesia.

Oleh:
Enggar Prasetyawan, S.Pd.,
(Dosen di / Mahasiswa S3 Pendidikan
Matematika – Universitas Pendidikan Indonesia)

Pelitabanten.com– Dalam era informasi digital yang kaya akan klaim , sikap skeptisisme menjadi semakin penting dalam membentuk pemahaman kita terhadap dunia. Skeptisisme, sebagai pendekatan mental yang mempertanyakan dan menganalisis informasi sebelum menerima atau menolaknya, bukan hanya sekadar sikap pesimis, melainkan fondasi kritisisme intelektual yang mendorong pertanyaan dan pencarian bukti. Tentunya sebagai masyarakat kita perlu mengetahui apa itu skeptisisme, pentingnya skeptisisme, sejarah perkembangannya, dan bagaimana kita dapat menerapkannya dalam menghadapi kompleksitas informasi di era digital.

Apa itu skeptisisme?
Skeptisisme adalah suatu pendekatan filsafat yang mempertanyakan kebenaran atau validitas suatu pernyataan atau keyakinan. Skeptisisme lahir dari kebutuhan manusia untuk mengatasi ketidakpastian dan kompleksitas dunia sekitarnya. Dalam skeptisisme, tidak ada kepercayaan yang dianggap mutlak atau tidak dapat dipertanyakan, sehingga setiap keyakinan haruslah diuji dan dipertanyakan secara kritis. Skeptisisme mengajarkan bahwa tidak ada kebenaran final yang dapat dicapai, namun melalui proses penyelidikan dan evaluasi yang kritis, kita dapat mendekati pemahaman yang lebih baik.

Bagaimana sejarah Skeptisisme?
Dari zaman Yunani Kuno hingga Zaman Pencerahan dan konteks kontemporer, skeptisisme telah menjadi bagian integral dari perkembangan pemikiran manusia. Selama Renaisans, Michel de Montaigne menyoroti pentingnya meragukan dogma dan otoritas, sementara filosof David Hume pada abad ke-18 meragukan asumsi-asumsi dasar tentang pengalaman manusia. Dalam konteks ilmiah modern, skeptisisme menjadi metodologi esensial dalam pengembangan pengetahuan.

Baca Juga:  Dewan Pendidikan Banten: Harus Dicari Solusi Paling Tepat Cegah Tawuran Pelajar

Bagaimana menerapkan skeptisisme dalam Era Informasi Digital?
Dengan informasi di era digital, skeptisisme menjadi senjata utama untuk memfilter klaim yang berlimpah. Pertanyaan-pertanyaan kritis yang paling mendasar seperti “Dari mana informasi ini berasal?” atau “Apakah ada bukti yang mendukungnya?” dapat membantu kita menyaring informasi yang dapat diandalkan. Pendidikan tentang bagaimana mengenali berita palsu, mengembangkan literasi digital, dan memahami logika argumentasi juga merupakan langkah penting dalam menerapkan skeptisisme.

Adapun lebih detail, kita dapat melakukan beberapa cara praktis untuk menerapkan skeptisisme dalam menghadapi tsunami informasi di era digital sekarang ini diantaranya:

  1. Verifikasi Sumber
    Sebelum menerima atau membagikan informasi, pastikan untuk memverifikasi sumbernya. Periksa apakah sumber tersebut dapat diandalkan, apakah memiliki kredibilitas, dan apakah informasi tersebut diverifikasi oleh sumber-sumber lain yang terpercaya.
  1. Cek Fakta (Fact-Checking)
    Manfaatkan situs web pengecekan fakta yang dapat membantu memverifikasi kebenaran informasi. Periksa fakta sebelum menyebarkan informasi penting, terutama jika informasi tersebut terdengar terlalu mencolok atau kontroversial.
  1. Kenali Bias Media
    Kesadaran terhadap bias media membantu Anda membaca informasi dengan kritis. Cari sumber-sumber berita yang beragam untuk mendapatkan pandangan yang seimbang dan hindari mengandalkan satu sumber informasi saja.
  1. Evaluasi Klaim dan Statistik
    Ketika menemui klaim atau statistik, evaluasi dengan kritis. Periksa metodologi pengumpulan data, sumber informasi, dan pastikan bahwa informasi tersebut tidak diperbesar atau diubah untuk mendukung suatu narasi tertentu.
  1. Pahami Peran Algoritma
    Ketahui bahwa algoritma mesin pencari dan platform media sosial dapat menciptakan gelembung informasi yang memperkuat pandangan yang sudah ada. Buka diri terhadap informasi dari berbagai sumber untuk menghindari terperangkap dalam gelembung tersebut.
  1. Selalu Cari Konfirmasi
    Jika Anda menemukan informasi yang mengejutkan atau mengguncangkan, selalu cari konfirmasi dari beberapa sumber sebelum membuat kesimpulan. Hal ini membantu memastikan bahwa informasi tersebut bukan hanya hasil dari berita palsu atau sensasionalisme.
  1. Jaga Emosi
    Hindari reaksi emosional terhadap informasi. Berita yang dirancang untuk memicu emosi dapat mengaburkan pemikiran rasional. Pertahankan ketenangan dan berfokus pada fakta sebelum menanggapi atau membagikan informasi.
  1. Pertanyakan
    Pertanyakan motivasi di balik informasi yang diberikan. Apakah ada kepentingan tertentu yang mungkin mempengaruhi cara informasi disajikan? Mengidentifikasi motif dapat membantu dalam menilai keandalan informasi.
  1. Kembangkan dan Digital
    Tingkatkan literasi media dan digital Anda. Pahami cara kerja media sosial, algoritma, dan digital. Semakin tinggi literasi ini, semakin mudah untuk mengidentifikasi dan mengelola informasi dengan bijaksana.
  1. Partisipasi Aktif dalam Diskusi
    Ketika terlibat dalam diskusi online, selalu sertakan argumen atau informasi yang didukung oleh bukti dan sumber yang dapat dipercaya. Mendorong diskusi yang berbasis bukti dapat membentuk lingkungan yang lebih kritis secara kolektif.
Baca Juga:  Jaga Kelestarian Pantai, Pemuda Desa Pasauran Gelar Perpustakaan Terbuka Bangun Minat Baca Masyarakat

Dengan menerapkan skeptisisme ini dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menjadi konsumen informasi yang lebih cerdas dan terlibat dalam menciptakan lingkungan informasi digital yang lebih sehat.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam dunia yang dipenuhi oleh informasi, skeptisisme adalah keterampilan yang tak ternilai harganya. Mengadopsi sikap skeptis membantu kita tidak hanya menjadi konsumen informasi yang cerdas tetapi juga pembuat keputusan yang lebih bijak. Sejarah skeptisisme menunjukkan bahwa sikap ini bukanlah hal baru. Sebaliknya, ini adalah warisan intelektual yang terus berkembang untuk mengatasi kompleksitas dunia di sekitar kita. Dengan menerapkan skeptisisme secara bijak, kita dapat membentuk pemikiran kritis yang kuat dalam menghadapi tantangan informasi di era digital ini. Selain itu, perlu diingat bahwa skeptisisme tidak boleh diartikan sebagai sikap yang selalu tanpa dasar atau sebagai bentuk ketidakpercayaan yang . Pemikiran skeptis seharusnya bersifat konstruktif, didukung oleh keterampilan pemikiran kritis yang baik. Tentunya sikap skeptis ini juga dapat menjadi hal yang bermanfaat di era pemilu saat ini, terutama mengingat kompleksitas dinamika politik dan informasi yang tersebar luas. Meskipun sikap skeptis memiliki banyak manfaat, penting untuk diingat bahwa sikap ini sebaiknya diimbangi dengan kebijaksanaan dan keterbukaan terhadap ide-ide baru. Pemilih harus tetap terbuka terhadap informasi yang sahih dan berusaha memahami berbagai perspektif sebelum membuat keputusan politik. (*)

Baca Juga:  Ahyani Politisi PPP Minta Pemkab Tangerang Tingkatkan Program Pendidikan Agama