Beranda Pendidikan

Webinar Hari Perempuan Internasional : Perguruan Tinggi harus Responsif Gender

Webinar Hari Perempuan Internasional : Perguruan Tinggi harus Responsif Gender

, Pelitabanten.com – Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional dan menuju Kongres Nasional Desa Tahun 2021, Suwaib Amiruddin Foundation () bersama UKM menggelar nasional dengan mengusung tema “Peran Perempuan Cerdas dalam Pembentukan Karakter Penerus Bangsa” melalui Zoom Meeting. Jum’at, (12/3)

Dalam Webinar kali ini salah satu topik yang dibahas yakni mengenai Perguruan Tinggi Yang Responsif Terhadap Gender

Untirta yang juga ketua program studi ilmu pemerintahan Untirta Ika Arinia Indriyany menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi mesti Responsif terhadap hal Gender.
Hal hal yang bisa dilakukan dalam mewujudkan Perguruan Tinggi yang Responsif terhadap gender memiliki 9 Indikator diantaranya :
Pertama, perguruan Tinggi menjadi pusat studi gender dan anak,

kedua, pusat gender perguruan tinggi ini dapat dilakukan mulai dari hal yang sederhana, misalnya dengan membagi data antara dosen laki-laki dan dosen perempuan serta disabilitas,mulai untuk dapat melihat masing-masing kategori ini secara terpisah untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan mereka yang berbeda satu sama lain.

Ketiga, peraturan Rektor mengenai Implementasi Pengarus Utama Gender, mendorong rektor untuk mengeluarkan kebijakan pengarus keutamaan gender, bisa dilakukan dengan tahapan terkait gender.

Ke empat, Standar mutu pendidikan responsif gender, dapat dimulai dari tahapan pendidikan, Melihat masalah-masalah perempuan, bagaimana menyelesaikannya itu, bagaimana fenomena kepemimpinan politik seorang perempuan baik di Banten dan di beberapa daerah yang lain.

Kelima, Standar mutu penelitian responsif gender, kajian-kajiannya di dorong terkait dengan gender ataupun responsif gender yaitu banyak penelitian-penelitian yang melibatkan perempuan.

Ke enam, Standar mutu pengabdian kepada masyarakat responsif gender, seperti di salah satu desa di pandeglang itu tingkat pernikahan siri yg cukup tinggi dan rasa kesadarannya masih rendah. Lalu kami berusaha untuk melakukan penyadaran tentang pentingnya untuk mendaftarkan pernikahan secara resmi termasuk dampak yang akan di timbulkan, kerugian-kerugian yang dirasakan oleh perempuan ketika pernikahan tidak dicatat resmi oleh negara, melakukan pendampingan terkait tema-tema gender.

Ketujuh, tata kelola Perguruan Tinggi rensponsif gender, Mulai mempercayakan jabatan-jabatan strategis yang di isi oleh perempuan.

Kedelapan, peran aktif civitas akademika, memberikan kesempatan kepada seluruh sivitas akademika untuk berperan aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan maupun proses kebijakan di tingkat perguruan tinggi.

Terakhir, Zero tolerance pada kekerasan perempuan dan laki-laki Agar untirta minimal bisa memulai dari program di lingkup jurusan lalu bisa meluas ke Fakultas dan menular ke fakultas yang lain, kemudian kebijakan dan langkah-langkah ini bisa dilihat oleh, sehingga rektor bisa mengeluarkan kebijakan yang lebih luas dan lebih besar. Agar kemudian permasalahan terkait gender di Untirta bisa punya payung hukum. Ucap Ika